Semarang (Antaranews Jateng) - Ekonom Universitas Diponegoro Semarang Dr. Nugroho SBM menyatakan menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7 Day Repo Rate) dalam waktu dekat bisa menjadi pertimbangan realistis di tengah melemahnya indikator makroekonomi saat ini.

Tekanan mata uang asing, terutama dolar AS terhadap rupiah belakangan ini, menurut dia di Semarang, Jumat, memang makin kuat, apalagi banyak belanja dalam negeri yang harus dibayar dengan mata uang asing, termasuk membayar utang luar negeri.

Kurs rupiah terhadap dolar AS saat ini pada kisaran Rp14.200, padahal bulan lalu masih di bawah Rp14.000.?

Sebagai importir minyak, katanya, kenaikan 1,41 dolar AS per barel harga minyak menjadi 77,7 dolar AS juga membebani cadangan devisa, mengingat sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia menjadi pengimpor minyak.

Oleh karena itu, menurut Nugroho, menaikkan kembali suku bunga acuan BI bisa menjadi pilihan realistis guna meredam terus menguatnya dolar AS terhadap rupiah. Saat ini suku bunga acuan BI 4,75 persen.

"Konsekuensinya, kenaikan tersebut bisa sedikit menambah biaya investasi. Akan tetapi, itu lebih baik daripada membiarkan kurs dolar AS terus melambung yang juga memberi efek psikologis kurang nyaman bagi pelaku pasar," katanya.

Langkah lain yang bisa dilakukan pemerintah, menurut dia, meningkatkan ekspor dan mempertajam deregulasi di pelabuhan-pelabuhan guna menaikkan efeisiensi dan daya dayang saing produk Indonesia.

Ia menyatakan instruksi Presiden Jokowi untuk meningkatkan pelayanan di pelabuhan-pelabuhan termasuk memangkas "dwell time" sejauh ini belum terlaksana di semua pelabuhan. Padahal, katanya, bila bisa dilakukan bisa menekan biaya ekspor impor.

Kendati sejumlah indikator makroekonomi cenderung melemah, Nugroho menilai Indonesia pada 2018 tetap bisa mencapai pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 5 persen. "Mungkin agak mepet lima persen, tapi masih bisa," katanya.

Pada kuartal I 2018, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,06 persen, sedikit lebih baik dibanding periode sama 2017 yang mencapai 5,01 persen.

Belanja pemerintah pada kuartal I 2018 juga menunjukkan perbaikan dibanding periode sama tahun 2017. Pada kuartal I 2018 tercatat mencapai Rp419 triliun dari pagu Rp2.220 trilun. Belanja pemerintah akan menjadi stimulan pertumbuhan.

Badan Pusat Statistik mencatat kuartal I 2017, realisasi belanja pemerintah hanya Rp400,4 triliun atau 18,75 persen dari pagu 2017 sebesar Rp2.133,30 triliun.

Faktor lain yang menyebabkan Indonesia masih bisa mencapai pertumbuhan pada kisaran 5 persen, menurut Nugroho, adalah tumbuhnya ekspor dari pelaku UMKM termasuk dari sektor ekonomi kreatif.

"Faktor eksternal yakni membaiknya negara tujuan ekspor Indonesia, termasuk AS di bawah (Donald) Trump," katanya.

Ia mengingatkan pentingnya pemerintah mengendalikan biaya subsidi BBM agar tidak membebani belanja APBN. Kebijakan pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi Premium dari alokasi 7,5 juta kiloliter menjadi 11,8 juta kiloliter pada pertengahan 2018 menambah beban anggaran pemerintah. 

Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024