Magelang (Antaranews Jateng) - Balai Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Yogyakarta melakukan pemantauan terhadap kualitas udara embien di dua pos pengamatan Gunung Merapi di Ngepos dan Babadan Kabupaten Magelang, Jawa Tangah, Kamis, terkait dengan letusan gunung berapi tersebut akhir-akhir ini.

     "Hari ini kami monitoring kualitas udara ambien di Pos Ngepos, Kecamatan Srumbung dan Pos Babadan, Kecamatan Dukun, tim kami enam orang," kata Kepala Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Yogyakarta Endang Siwi Ediningsih kepada Antara di tempat pengamatan Gunung Merapi di Pos Babadan di Magelang, Kamis.

     Ia menjelaskan tentang udara ambien yang sehari-hari dihirup oleh semua makhluk hidup, baik manusia, tubuhan, maupun hewan.
     Dengan menggunakan seperangkat alat khusus, tim balai itu mengambil sampel udara di sekitar pos pengamatan Gunung Merapi tersebut, masing-masing selama satu jam.

     Ia menjelaskan sampel udara itu selanjutnya dibawa ke laboratorium balai tersebut guna penelitian lebih lanjut.
     "Selanjutnya akan dianalisa, dalam dua hari hasil analisa diperkirakan sudah diperoleh," ucap dia setelah bertemu dengan petugas pengamat Gunung Merapi di Pos Babadan Triyono.

     Ia menjelaskan tentang pentingnya pemantauan terhadap kualitas udara ambien di kawasan Gunung Merapi yang wilayahnya meliputi sejumlah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu, yang sejak beberapa hari terakhir meletus dan telah dinaikkan statusnya oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta dari normal menjadi waspada sejak Senin (21/5) menjelang tengah malam.

     "Kami mempunyai tanggung jawab juga untuk memastikan kualitas udara ambien sehingga kami ikut memonitor," ujarnya.

     Di tempat terpisah, Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida mengatakan letusan Merapi pada Kamis pukul 02.56 WIB, dengan ketinggian kolom mencapai enam ribu kilometer dan berdurasi empat menit yang disertai pijar merah, menandai fase akhir erupsi freatik sejak Jumat (18/5) hingga Rabu (23/5), namun hal tersebut baru tahap awal proses erupsi magmatis.

     Berdasarkan data pengamatan, terjadi deflasi atau pengempisan di Gunung Merapi yang dapat dimaknai sebagai proses "pengosongan" tubuh gunung. Pengosongan itu memungkinkan magma bisa bergerak secara mudah ke permukaan.

     "Setelah terjadi pengempisan dan kosong, maka akan terisi," katanya di Yogyakarta, Kamis.

     Pihak Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang pada Kamis sekitar pukul 13.15 WIB mengeluarkan keterangan bahwa terjadi dua kali erupsi Merapi, yakni pukul 02.56 WIB dan 10.48 WIB yang mengakibatkan hujan abu turun di sejumlah kecamatan di daerah itu.

     Pihaknya juga menyosialisasikan dan membagikan masker kepada masyarakat di beberapa tempat, melakukan koordinasi pendataan penduduk di wilayah Kawasan Rawan Bencana III Gunung Merapi di daerah itu, kooordinasi "sister village" (desa bersaudara) bersama kepala desa di wilayah KRB III dan desa penyangga, sedangkan jajaran Satpol PP dan Pemadam Kebakaran Pemkab Magelang membersihkan berbagai ruas jalan dari abu Merapi.

     "Masyarakat diminta tetap tenang tetapi selalu waspada dalam beraktivitas. Masyarakat diminta menggunakan masker dan kacamata untuk antisipasi abu Merapi saat aktivitas di luar ruangan," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang Edy Susanto.

     Pihak Taman Nasional Gunung Merapi, katanya, menutup seluruh kegiatan pendakian ke gunung berapi tersebut.

     Selain itu, ujarnya, masyarakat diminta terus memantau perkembangan aktivitas Gunung Merapi melalui berita dan sumber informasi terpercaya, yakni BPPTKG, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Badan Penanggulangan Bencana Nasional, dan BPBD.

     "Jangan mempercayai dan tidak ikut menyebarluaskan berita `hoaks` yang dapat meresahkan," katanya.

     Gunung Merapi pernah fase erupsi hebat pada 2010 disusul banjir lahar hujan secara intensif hingga 2011 melewati berbagai sungai yang aliran airnya berhulu di Merapi dan menerjang beberapa desa.

Pewarta : Maximianus Hari Atmoko
Editor : Zuhdiar Laeis
Copyright © ANTARA 2024