Semarang (Antaranews Jateng) - Profesor Suteki, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang yang dipersoalkan karena unggahannya di media sosial mengaku belum mendapatkan panggilan sidang etik.

"Sampai sekarang, saya tidak mengerti proses sidang kode etik oleh forum guru besar itu perkembangannya seperti apa karena tidak ada pemberitahuan kepada saya," katanya di Semarang, Rabu.

Hal itu diungkapkannya menanggapi pemberitaan mengenai unggahan-unggahannya di media sosial yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Baca juga: Dosen Undip diduga pro HTI segera disidang etik

Di akun Facebook-nya, Suteki sempat "memposting" komentar yang arahnya diduga membela HTI ketika ormas itu dibubarkan pemerintah, termasuk ketika terjadi rentetan aksi terorisme belakangan.

Pengajar Pancasila di Undip itu, mengaku mendengar adanya sidang etik yang dilakukan terkait dengan persoalan itu, tetapi tidak mengetahui persis karena sampai sekarang belum ada teguran, apalagi pemanggilan.

"Saya mendengar sudah dilakukan sidang kode etik dosen. Setahu saya kemarin (22/5) dan hari ini. Tetapi, hasilnya seperti apa saya tidak tahu, termasuk mengenai penyikapan itu," katanya.

Apalagi, kata dia, pada Rabu (22/5) hingga sore hari, dirinya sedang menguji mahasiswanya di Akademi Kepolisian RI sehingga tidak mengetahui bagaimana proses dan hasil sidang etik itu.

Yang jelas, ia mengatakan apa yang dipersepsikan mengenai unggahan-unggahannya di medsos itu terkait dengan dugaannya mendukung HTI, apalagi menjadi anggota HTI sama sekali tidak benar.

"Saya menulis itu karena `background` saya dari kacamata hukum, kemudian juga sebagai seorang muslim. Saya orang hukum, saya juga muslim, dan ngerti serta memahami kondisi negara ini," katanya.

Tulisan yang diunggahnya di medsos tersebut, kata dia, sama sekali tidak bermaksud mendukung HTI, apalagi sampai anti-Pancasila, sebab rekam jejaknya jelas selama berkiprah di Undip.

Baca juga: Profesor Suteki bantah jadi anggota HTI

Termasuk, cuitannya menyikapi rentetan aksi terorisme belakangan, Suteki mengatakan tulisan yang diunggahnya itu merupakan sebuah pertanyaan yang menjadi hak semua orang untuk bertanya.

"Orang kan boleh bertanya apa saja. Saya bertanya itu, ada tanda tanyanya. Jangan dikira saya membuat `statement`. Kecuali, saya membuat `statement`, itu pasti bukan (teroris, red.) atau diragukan," katanya.

Dalam tulisannya itu, Suteki hanya bertanya apakah setiap penyerangan kelompok itu bisa disebut sebagai teroris, sebab soal definisi masih menjadi perdebatan dalam merumuskan RUU Antiterorisme.

Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Humas Undip Nuswantoro Dwiwarno mengaku belum mengetahui hasil sidang etik yang dilakukan Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) Undip.

"Saya baru saja mendapatkan informasi, rapat DKKE masih belum selesai sore ini dan akan dilanjutkan besok (24/5). Rapat bersifat tertutup, saya saja tidak diizinkan masuk," katanya. 
 

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024