Kudus (Antaranews Jateng) - Harga kedelai impor di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, melonjak tinggi menjadi Rp7.300 per kilogramnya dari sebelumnya hanya Rp6.400/kg.

"Kenaikannya memang bertahap, namun harga jual Rp7.300/kg tentu cukup memberatkan pelaku usaha yang memproduksi tahu dan tempe," kata Ketua Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus Amar Ma`ruf di Kudus, Jumat.

Ia mengatakan kenaikan harga jual kedelai impor, salah satunya disebabkan karena adanya kenaikan kurs dolar terhadap rupiah.

Pada saat yang bersamaan, lanjut dia, juga diikuti kenaikan indeks sehingga memicu kenaikan harga jual kedelai impor.

Hal itu, katanya, berimbas terhadap stok komoditas impor di pasaran menjadi menipis.

"Stok terbatas tidak hanya di gudang distributor di Semarang, termasuk di Jakarta informasinya juga mengalami hal serupa," ujarnya.

Karena stok kedelai impor terbatas, untuk penambahan stok ke gudang milik Primkopti Kudus juga dibatasi.

Selama ini, kata dia, penambahan stok setiap harinya bisa mencapai dua truk dengan kapasitas total mencapai 18 ton.

Stok kedelai di gudang saat ini hanya tersisa 45 ton.

Ia menduga naiknya kurs dolar berdampak pada penundaan pembelian kedelai impor karena dikhawatirkan harga jualnya tidak bisa dijangkau masyarakat.

Permintaan kedelai impor saat ini, katanya, juga menurun karena dalam sehari berkisar 10-an ton, sedangkan sebelumnya bisa mencapai 20-an ton.

"Pengusaha tahu dan tempe lebih memilih mengurangi produksinya karena khawatir tidak terserap pasar menyusul mahalnya harga tahu atau tempe yang diproduksi," ujarnya.

Jika sebelumnya tersedia kedelai lokal, kata dia, untuk saat ini belum ada pasokan karena sejumlah daerah penghasil belum ada panen kedelai.

Daerah yang menjadi pemasok kedelai lokal, yakni Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Jember, dan Lamongan.

Adapun jumlah pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Kudus diperkirakan mencapai 300-an pengusaha yang tersebar di sejumlah kecamatan.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024