Banjarnegara (Antaranews Jateng) - Siang itu, sebagian warga Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, khususnya yang bermukim di Kecamatan Kalibening dikejutkan dengan guncangan gempa.

Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, gempa yang terjadi pada hari Rabu (18/4), pukul 13.28 WIB, itu berkekuatan 4,4 Skala Richter yang berpusat di 52 kilometer utara Kebumen dengan kedalaman 4 kilometer.

Kendati kekuatannya hanya 4,4 SR, gempa tersebut menimbulkan dampak yang besar karena berdasarkan pendataan sementara yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara tercatat sebanyak 316 rumah di Kecamatan Kalibening mengalami kerusakan, 62 unit di antaranya berlokasi di Desa Kertosari, 217 rumah di Desa Kasinoman, dan 37 unit di Desa Plorengan.

Selain itu, gempa juga meruskan sejumlah fasilitas umum di antaranya berupa tiga buah masjid, satu musala, dan beberapa gedung sekolah, salah satunya SMPN 2 Kalibening.

Salah seorang warga Desa Kasinoman RT 01 RW 01, Wardi mengatakan gempa yang terjadi pada Rabu (18/4) siang mengakibatkan tembok rumahnya retak-retak dan beberapa bagian terlihat miring sehingga seluruh anggota keluarganya terpaksa tidur di luar rumah pada malam harinya.

"Hari ini (19/4), keluarga saya terpaksa mengungsi ke rumah saudara di Pandanarum. Selain karena kakek-neneknya anak-anak sudah kangen, mereka juga ingin menenangkan diri," katanya.

Kendati istri dan anak-anaknya telah mengungsi, dia mengaku untuk sementara masih bertahan di rumahnya untuk menjaga beberapa harta benda yang belum diungsikan.

Salah satu harta milik Wardi yang belum diungsikan berupa seekor sapi potong yang masih berada di kandang samping rumah.

"Kalau memang harus terjadi pada sapi ini, saya pasrah kepada Allah," ujarnya.

Secara umum, gempa berkekuatan 4--4,9 SR jarang mengakibatkan kerusakan yang signifikan namun gempa yang mengguncang wilayah Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, pada tanggal 18 April 2018 itu telah menimbulkan dampak yang luar biasa.

Bahkan, tepat lima tahun sebelumnya, gempa berkekuatan 4,8 SR yang berpusat di 11 kilometer barat laut Wonosobo dengan kedalaman 10 kilometer juga memorakporandakan sejumlah desa di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.

Gempa 4,8 SR yang terjadi pada tanggal 19 April 2013 dengan skala MMI III-V itu mengakibatkan 248 rumah mengalami kerusakan yang terdiri atas 48 rumah rusak berat, 61 rumah rusak sedang, dan 139 rumah rusak ringan dengan total kerugian mencapai Rp2.027.200.000.

Ratusan rumah dan fasilitas umum fasilitas umum yang mengalami kerusakan itu tersebar di Desa Kepakisan, Pekasiran, Pesurenan, dan Sumberejo, Kecamatan Batur, Banjarnegara.

Terkait dengan gempa yang terjadi pada tanggal 18 April 2018, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan gempa Banjarnegara sangat unik karena magnitudonya kurang dari lima tapi skala MMI bisa mencapai IV dan V.

"Ini terjadi akibat aktivitas sesar atau patahan aktif yang sifatnya lokal dan terutama disitu daerah yang terguncang tersusun atas elemen sedimen yang lunak dan lepas sehingga guncangannya terasa kuat," tambah Dwikorita.

Dia juga menyebutkan bahwa sesar lokal tersebut merupakan patahan baru yang belum teridentifikasi dalam peta sumber dan bahaya gempa bumi yang dikeluarkan pada 2012.



Pengungsi
Gempa yang terjadi pada hari Rabu, 18 April 2018, mengakibatkan arus pengungsian ke sejumlah lokasi yang disediakan BPBD Banjarnegara.

Berdasarkan pendataan yang dilakukan BPBD Banjarnegara pada hari Kamis (19/4), jumlah pengungsi tercatat sebanyak 455 keluarga yang terdiri atas 1.939 jiwa.

"Jumlah tersebut berkurang dari data yang tercatat pada Rabu (18/4) malam. Itu karena sebagian pengungsi dijemput saudaranya untuk tinggal di rumahnya," kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara Arief Rahman.

Dalam hal ini, jumlah pengungsi yang tercatat pada Rabu (18/4) malam sebanyak 526 keluarga yang terdiri atas 2.104 jiwa.

Menurut dia, beberapa logistik yang dibutuhkan pengungsi di antaranya bahan makanan, tikar, selimut, dan peralatan mandi.

Salah seorang pengungsi, Muri mengaku rumahnya roboh akibat gempa sehingga dia beserta keluarganya terpaksa mengungsi ke tempat yang telah disediakan oleh BPBD Banjarnegara.

"Saya mengungsi bersama keluarga. Apalagi anak saya masih balita," katanya.

Pengungsi lainnya, Susi mengaku mengungsi bersama suami dan anaknya yang masih berusia 3,5 tahun.

Kendati harus berimpitan dengan pengungsi lainnya, dia mengaku merasa lebih aman berada di tempat pengungsian karena takut terjadi gempa susulan.

Di lokasi pengungsian tersebut, sejumlah dapur umum telah dibuka untuk melayani pengungsi. Dapur umum tersebut di antaranya didirikan oleh Kementerian Sosial melalui Taruna Siaga Bencana.

Bantuan logistik dari berbagai instansi dan organisasi pun terus mengalir ke Posko Lapangan BPBD Banjarnegara yang selanjutnya akan didistribusikan kepada pengungsi.

Demikian pula dengan sukarelawan dari berbagai organisasi terus berdatangan untuk membantu meringankan beban pengungsi.

Sementara itu, ketika prajurit Komando Resor Militer 071/Wijayakusuma membagikan sekitar 30 kain jarit untuk pengungsi pada Kamis (19/4) langsung ludes.

Bahkan, sejumlah pengungsi harus berebut untuk mendapatkan selembar kain jarit karena mereka merasa kedinginan.

Salah seorang pengungsi, Ridwan mengaku senang karena ada pembagian kain jarit sehingga bisa digunakan untuk selimut.

"Kami merasa senang dengan adanya pembagian kain jarit ini karena hawanya terasa dingin sehingga kainnya bisa digunakan untuk selimut," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024