Kemacetan lalu lintas di Kota Semarang diproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan bakal makin parah, apalagi jika tidak ada perbaikan manajemen transportasi. Tanda-tanda ke arah itu sudah tampak dengan kemacetan yang tidak lagi mengenal waktu dan terjadi merata hampir di setiap titik. 

Jumlah penduduk Kota Semarang terus bertambah akibat arus urbanisasi. Pada saat yang sama, pasokan kendaraan pribadi tidak terbendung dan tidak sebanding dengan penambahan infrastruktur transportasi, khususnya jalan raya. Peningkatan jumlah penduduk dan kendaraan itu yang menyebabkan kemacetan tidak terhindarkan. Ditambah lagi kendaraan "online" yang mampu menjangkau mereka yang belum dijangkau angkutan massal membuat warga lebih nyaman dari sebelumnya.

Pertumbuhan kendaraan di Kota Semarang mencapai 12 persen/tahun, sedangkan pertumbuhan jalan hanya 0,9 persen/tahun. Belum lagi kemudahan proses pembelian kendaraan bermotor dengan uang muka (DP) ringan dan sistem kredit menambah pesatnya pertumbuhan kendaraan di Kota Atlas itu.

Sementara Pemerintah Kota Semarang tampaknya tidak berdaya untuk melakukan pengendalian sehingga saat ini tercatat ada 1,6 juta unit sepeda motor dan 500 ribu unit mobil di kota setempat.  

Padahal Pemkot Semarang semestinya segera membuat kajian mengenai solusi kemacetan. Mumpung belum terlanjur banyak kendaraan dan masih bisa dikendalikan. Hal tersebut seperti yang diutarakan Wakil Ketua DPRD Kota Semarang Joko Santoso baru-baru ini. 

Persoalan kemacetan, menurut dia, mesti dilihat dalam banyak aspek, seperti percepatan pengadaan moda transportasi massal yang memadai, strategi rekayasa lalu lintas, dan pengendalian pertumbuhan kendaraan.

Prinsipnya, bagaimana caranya pemerintah memiliki strategi mengatasi kemacetan, misalnya mengoptimalkan penggunaan moda transportasi massal tentunya yang  modern, nyaman, dan harga terjangkau sehingga makin banyak masyarakat yang menggunakannya.

Pemerintah juga harus berani menentukan kebijakan bahwa uang muka kredit sepeda motor maupun mobil minimal 50 persen dari harga jual, sebagai salah satu upaya menekan pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor.

Khusus angkutan massal, Joko mengatakan Pemerintah Kota Semarang harus fokus mengoptimalkan Bus Rapid Transit (BRT) Transsemarang ketimbang membangun moda transportasi baru.

Keberadaan BRT Transsemarang sangat efektif sebagai moda transportasi massal jika dikembangkan dan dikelola secara serius untuk menjangkau seluruh wilayah permukiman yang ada di Kota Semarang.

Selain itu pengembangan BRT Transsemarang pun harus dilakukan secara menyeluruh dengan pembenahan moda-moda transportasi yang sudah ada, seperti angkutan umum dijadikan "feeder" (pengumpan).

keberadaan angkutan "feeder" makin diperlukan dengan memanfaatkan keberadaan angkutan kota (angkot) untuk pengumpan masyarakat yang ada di kawasan permukiman dengan halte Transsemarang terdekat.

Kita berharap Transsemarang yang bakal menambah koridor baru yakni Koridor VII yang memiliki jarak tempuh sepanjang 41,6 kilometer dan hanya memiliki satu "pool", yakni di Terminal Terboyo Semarang makin diminati masyarakat, sehingga keruwetan jalan di Kota Semarang makin terurai. 

Kampanye menggunakan angkutan massal tentu juga harus diiringi dengan tingkat kenyamanan dan keamanan angkutan massal. Jika sekadar memaksa dan mengampanyekan menggunakan angkutan massal tanpa ada peningkatan kualitas, justru akan mengundang kemarahan warga.
 

Pewarta : Mahmudah
Editor : M Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024