Batang (Antaranews Jateng) - Badan Urusan Logistik Divisi Regional Jawa Tengah, menyatakan optimistis target pengadaan sebanyak 443 ribu ton beras pada 2018 akan terlampaui meski harga kebutuhan pokok itu di pasaran masih cukup tinggi.
Kepala Bulog Divisi Regional Jateng, Joni Nur Azhari di Batang, Rabu, mengatakan bahwa bulog sebagai operator akan mengamankan kebijakan pemerintah dalam penyerapan gabah maupun beras semaksimal mungkin.
"Kita sebagai orang lapangan harus tetap optimistis dalam upaya mencapai target 443 ribu ton beras pada 2018," katanya.
Ia mengatakan bulog akan terus mendorong pada mitra untuk melakukan pembelian gabah ataupun beras dengan harga dan kualitas yang cocok sebagai upaya menambah ketersediaan bahan kebutuhan pokok tersebut.
"Memang yang kita ketahui harga gabah di pasaran masih relatif tinggi, yaitu Rp4.600 per kilogram gabah kering panen (GKP)," katanya. Kendati demikian, kemungkinan juga masih ada harga yang di bawah pasaran sehingga kita bisa mengambil atau membeli gabah itu," katanya.
Menurut dia, saat ini pengadaan beras Bulog Jateng sudah mencapai 10 ribu ton sehingga penyerapan komoditas itu bisa terus bertambah seiring pada Maret dan April 2018 sejumlah daerah terjadi panen padi yang bagus.
"Oleh karena, pasa saat masa panen padi itu maka harganya bisa turun sehingga bulog dapat menyerap gabah milik petani sebanyak-banyak," katanya.
Ia mengatakan sebenarnya bulog sudah melaksanakan fleksibilitas, artinya bulog sudah menaikan harga beras di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp7.300 per kilogram.
"Sekareang, kita sudah melakukan pembelian beras hingga RpRp8.760 per kilogram. Akan tetapi, fakta di lapangan harga beras masih cukup tinggi dari harga pembelian bulog itu, lalu kami harus mengikuti harga beras yang berapa lagi?," katanya.
Ia menyakini ketersediaan beras di Jawa Tengah masih mengalami surplus.
Hanya saja, kata dia, kebutuhan masyarakat terhadap beras tidak hanya terjadi di Jateng saja melainkan juga bisa dari Jawa Barat dan dari provinsi lainnya.
"Kebutuhan masyarakat terhadap beras tidak bisa dibendung. Saya sudah keliling ke Pati dan Sragen dan menjumpai adanya pedagang dari Indramayu (Jabar) melakukan pembelian beras di daerah ini sehingga bahan kebutuhan pokok itu menjadi rebutan dan mengakibatkan harganya tetap tinggi," katanya.
Ia menambahkan sentra produksi beras antara lain berasal dari Kabupaten Pati, Sragen, Demak, Grobogan, dan eks-Keresidenan Pekalongan. Panen padi di Jateng biasanya bergulir mulai dari Demak, Sragen bagian timur, Pati, Grobogan, dan Pekalongan.
Kepala Bulog Divisi Regional Jateng, Joni Nur Azhari di Batang, Rabu, mengatakan bahwa bulog sebagai operator akan mengamankan kebijakan pemerintah dalam penyerapan gabah maupun beras semaksimal mungkin.
"Kita sebagai orang lapangan harus tetap optimistis dalam upaya mencapai target 443 ribu ton beras pada 2018," katanya.
Ia mengatakan bulog akan terus mendorong pada mitra untuk melakukan pembelian gabah ataupun beras dengan harga dan kualitas yang cocok sebagai upaya menambah ketersediaan bahan kebutuhan pokok tersebut.
"Memang yang kita ketahui harga gabah di pasaran masih relatif tinggi, yaitu Rp4.600 per kilogram gabah kering panen (GKP)," katanya. Kendati demikian, kemungkinan juga masih ada harga yang di bawah pasaran sehingga kita bisa mengambil atau membeli gabah itu," katanya.
Menurut dia, saat ini pengadaan beras Bulog Jateng sudah mencapai 10 ribu ton sehingga penyerapan komoditas itu bisa terus bertambah seiring pada Maret dan April 2018 sejumlah daerah terjadi panen padi yang bagus.
"Oleh karena, pasa saat masa panen padi itu maka harganya bisa turun sehingga bulog dapat menyerap gabah milik petani sebanyak-banyak," katanya.
Ia mengatakan sebenarnya bulog sudah melaksanakan fleksibilitas, artinya bulog sudah menaikan harga beras di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp7.300 per kilogram.
"Sekareang, kita sudah melakukan pembelian beras hingga RpRp8.760 per kilogram. Akan tetapi, fakta di lapangan harga beras masih cukup tinggi dari harga pembelian bulog itu, lalu kami harus mengikuti harga beras yang berapa lagi?," katanya.
Ia menyakini ketersediaan beras di Jawa Tengah masih mengalami surplus.
Hanya saja, kata dia, kebutuhan masyarakat terhadap beras tidak hanya terjadi di Jateng saja melainkan juga bisa dari Jawa Barat dan dari provinsi lainnya.
"Kebutuhan masyarakat terhadap beras tidak bisa dibendung. Saya sudah keliling ke Pati dan Sragen dan menjumpai adanya pedagang dari Indramayu (Jabar) melakukan pembelian beras di daerah ini sehingga bahan kebutuhan pokok itu menjadi rebutan dan mengakibatkan harganya tetap tinggi," katanya.
Ia menambahkan sentra produksi beras antara lain berasal dari Kabupaten Pati, Sragen, Demak, Grobogan, dan eks-Keresidenan Pekalongan. Panen padi di Jateng biasanya bergulir mulai dari Demak, Sragen bagian timur, Pati, Grobogan, dan Pekalongan.