Kudus (Antaranews Jateng) - Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mulai mendorong para pembudi daya ikan lele menggunakan sistem bioflok karena lebih menguntungkan dibandingkan kolam berukuran besar.

"Saat ini, budi daya ikan lele sistem bioflok di Kabupaten Kudus memang belum begitu populer. Untuk itu, kami mencoba mengembangkannya karena lebih efisien baik biaya, waktu, maupun tempat," kata Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus Fajar Nugroho di Kudus, Senin.

Untuk saat ini, lanjut dia, memang sudah ada percontohan di beberapa lokasi, termasuk di dua pondok pesantren di Kudus.

Dengan adanya kolam bioflok percontohan, dia berharap, pembudi daya ikan lele lainnya yang selama ini menggunakan sistem konvensional bisa mencoba sistem bioflok.

Apalagi, kata dia, saat ini harga jual pakan ikan lele sedang melambung, karena mencapai Rp10.500 per kilogramnya, sedangkan harga yang menguntungkan pembudi daya berkisar Rp6.000/kg.

"Informasinya, banyak pembudi daya ikan lele yang menghentikan produksinya karena mahalnya biaya pakan ikannya," ujarnya.

Dalam rangka mendorong para pembudi daya ikan lele tetap berproduksi, lanjut dia, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus dalam waktu dekat akan menggelar pelatihan cara membudidayakan ikan lele dengan sistem bioflok yang penggunaan pakannya lebih hemat.

Ia mengatakan, sistem bioflok merupakan model pemeliharaan ikan lele dengan cara menumbuhkan mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah menjadi gumpalan kecil yang bermanfaat sebagai pakan alami ikan.

Untuk menumbuhkan mikroorganisme, kata dia, dipacu dengan pembelian probiotik serta pemasangan aerator untuk menyuplai oksigen sekaligus mengaduk air kolam.

Rencananya, kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada April 2018 dengan mengundang 50 pembudi daya ikan lele di Kabupaten Kudus, khususnya pembudi daya ikan untuk pembesaran.

Pembicara yang akan dihadirkan, kata dia, merupakan akademisi di bidang perikanan sekaligus pembudi daya ikan lele sistem bioflok asal Yogyakarta.

Ia berharap, adanya pelatihan tersebut tingkat produksi ikan lele di Kabupaten Kudus tetap tinggi, karena selama ini produksi ikan air tawar di Kudus didominasi ikan lele.

Berdasarkan data tahun 2017, produksi ikan lele di Kudus mencapai 1.120,78 ton atau 56,04 persen dari total produksi.

Selebihnya, lanjut dia, ada ikan nila, ikan mas serta ikan bandeng.

Maesa Agni, salah satu pembudi daya ikan lele di Kudus mengakui, sudah mencoba sistem bioflok dan sudah panen berulang kali.

Hasilnya, lanjut dia, memang lebih menguntungkan, karena lebih efisien waktu dan tidak membutuhkan tempat yang luas.

"Waktunya memang lebih cepat, karena usia 2,5 bulan sudah bisa dipanen. Sedangkan pemeliharaan menggunakan kolam berukuran besar membutuhkan waktu hingga empat bulan baru bisa dipanen," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, ikan lele yang dihasilkan jauh lebih higienis karena air dan pakan yang digunakan juga terjaga higienisnya.

Sunandar, pembudi daya ikan lele lainnya mengakui, biaya operasional untuk sistem bioflok memang lebih mahal, namun sebanding dengan hasil panen ikannya, karena tingkat kematian ikannya juga lebih rendah.

"Jika ingin menghemat pakan juga bisa diatur untuk disesuaikan dengan kapan hendak dipanen. Hal terpenting yang perlu diketahui masyarakat bahwa ikan lele yang dipelihara dengan sistem bioflok memang lebih higienis karena kualitas airnya selalu dijaga dan kualitas ikannya juga lebih baik karena beberapa konsumen sudah membuktikannya," ujarnya. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024