Jepara (Antaranews Jateng) - Petani garam di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah berharap impor garam dikendalikan agar harga jual di tingkat petani tetap stabil dengan harga tinggi sehingga menguntungkan mereka.

"Setidaknya harga jual garam jangan sampai jatuh hingga di bawah Rp1.000 per kilogramnya," kata Sukib, salah satu petani garam asal Desa Surodadi, Kecamatan Kedung, Jepara, Selasa.

Dia mengatakan dengan harga Rp1.000/kg sudah bisa menguntungkan petani garam karena harga jual garam sebelumya berkisar Rp250 hingga Rp400/kg.

Ia mengakui hasil panen garam selama 2017 memang menguntungkan petani garam karena selama ini belum pernah menikmati harga jual di atas Rp1.000/kg.

Oleh karena harga jual garam sudah tinggi, kata dia, tentunya masyarakat juga mulai terbiasa dengan harga jual garam konsumsi.

Dia berharap, pemerintah mengendalikan garam impor agar harga jual garam tingkat petani tidak jatuh.

"Jika rencana impor garam sebanyak 3,7 juta ton memang sesuai kebutuhan industri saat petani garam tidak panen, tentunya tidak dipermasalahkan," ujarnya.

Hanya saja, kata dia, jika rencana impor tersebut terlalu berlebihan, tentunya perlu dievaluasi agar petani garam tidak dirugikan.

Lafiq, petani garam lainnya, juga berharap, pemerintah mengendalikan harga jual garam yang saat ini cukup menguntungkan petani.

"Selama ini, petani belum pernah menikmati harga yang menguntungkan. Jika pemerintah memang berpihak kepada petani garam, tentunya harga jual garam yang sudah tinggi, sebaiknya dijaga agar tetap stabil," ujar Lafiq asal Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.

Kalaupun mau membuka keran impor, dia berharap, kuotanya tetap dikendalikan agar ketika petani mulai produksi garam tidak dirugikan dengan jatuhnya harga garam.

Ia menganggap harga ideal garam yang menguntungkan Rp2.000/kg.

Harga jual tersebut, kata dia, sudah mempertimbangkan biaya sewa lahan dan biaya investasi untuk pembelian geoisolator atau plastik pelapis tambak garam yang mencapai Rp3,5 juta untuk areal lahan seluas satu hektare.

Ia mengatakan biaya sewa lahan saat ini melonjak menjadi Rp10 juta per hektare dari sebelumnya hanya Rp5 juta.

Melonjaknya harga sewa lahan, kata dia, diduga karena mengetahui keuntungan petani garam pada musim produksi 2017 yang cukup besar.

Hanya saja, lanjut dia, saat ini produksinya tidak maksimal, karena faktor cuaca yang kurang mendukung, yakni masih sering turun hujan.

"Beruntung, para petani menggunakan geoisolator sehingga proses produksinya lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan media tanah," ujarnya.

Kualitas garam yang dihasilkan, kata dia, juga lebih baik dan harga jualnya juga lebih mahal. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024