Penyalahgunaan narkotika di Indonesia merupakan terbesar di tingkat Asia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa konsumen menggunakan seluruh 65 jenis narkotika, sedangkan negara lain hanya mengonsumsi lima hingga enam jenis narkoba.

        Penyalahgunaan narkoba (narkotika dan obat/bahan berbahaya) sepertinya tidak kunjung surut di negeri ini.

        Belum lama ini kita semua dihentakkan dengan penangkapan artis Tio Pakusadewo. Sebelumnya, Iwa K, Pretty Asmara, Ammar Zoni, Ello, Tora Sudiro, dan Ridho Rhoma adalah sederet artis yang telah ditangkap karena terbukti menyalahgunakan narkoba.

        Pengguna narkoba terbesar sebenarnya bukan dari kalangan artis. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2016 menyebutkan bahwa 27,32 persen pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

        Angka tersebut diperkirakan meningkat kembali karena beredarnya sejumlah narkotika jenis baru. Artinya, Indonesia memang berada dalam status darurat narkoba.

        Dari pantauan berita-berita di berbagai media massa bisa diketahui bahwa pemerintah bersama BNN selama ini sudah melakukan berbagai upaya menghalau masuknya narkoba ke Indonesia.

        Namun, banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba yang kian bertambah membuktikan bahwa kapasitas pemerintah dan BNN kurang memberikan hasil signifikan.

        Selama ini, masyarakat banyak yang meremehkan bahaya narkoba, berani coba-coba hingga terjebak untuk merusak fisik dan mental diri sendiri. Hal tersebut memang dikhawatirkan BNN selaku pemberantas penyalahgunaan narkoba.

        Berdasarkan data dari BNN, diketahui bahwa 80 persen masyarakat Indonesia mengetahui jenis dan bahaya narkoba. Namun, anehnya tingkat penyalahgunaan narkoba di Indonesia masih tinggi.

        Dengan demikian, dibutuhkan strategi komunikasi jitu agar memberi efek kejut bagi masyarakat luas agar tidak berani coba-coba menyalahgunakan narkoba.

   
                ILM Fear Appeals
   Dari pantauan berbagai iklan layanan masyarakat (ILM) antinarkoba di Indonesia, menunjukkan strategi narasi iklan masih seputar memerintah, melarang, memohon, memberi nasihat, dan mengajak.

        Bebagai Iklan ILM antinarkoba yang ada belum menyentuh persoalan fear appeals bagi khalayak sasaran. Fear appeals adalah menumbuhkan emosi ketakutan sebagai daya kejut kepada penerima pesan agar menjauhi bahaya.

        Berbagai penelitian menyatakan bahwa sebenarnya ILM menggunakan fear appeals dinilai efektif.

        Iklan dikatakan efektif apabila terjadi perubahan perilaku menjauhi penyalahgunaan narkoba. ILM fear appeals dinilai efektif karena berbasis rasa takut sehingga lebih mudah diingat.

        Selain itu, pemilihan khalayak sasaran harus jelas. Dalam iklan harus jelas ditentukan kelompok yang menjadi sasaran pesan. Kejelasan pemilihan khalayak sasaran merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan iklan.

        Mengingat penyalahguna narkotika yang paling rentan adalah kalangan pelajar dan mahasiswa, sebaiknya khalayak sasaran difokuskan terlebih dahulu pada dua golongan tersebut.

        Fear appeals bertujuan membuat khalayak sasaran merasa takut dan tidak nyaman atas berbagai kondisi penyalahgunaan narkoba dan berbagai efek fatal yang ditimbulkannya.

        Salah satu cara mengomunikasikan ILM fear appeals adalah dengan menyebutkan bahwa zat narkotika yang disalahgunakan atau dikonsumsi manusia secara berlebihan akan merusak susunan syaraf otak, mengganggu sinyal penghantar syaraf sehingga membuat kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, tidak bisa berpikir jernih, dan gangguan kesehatan organ vital, seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan pankreas. Dengan demikian, penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan kematian.

        Cara kerja fear appeals merupakan stimulus yang diberikan kepada khalayak sasaran di tahap precontemplation. Pada tahap ini biasanya dialami oleh anggota masyarakat yang telah sadar akan bahaya penyalahgunaan narkoba tetapi ada kemungkinan masih ingin coba-coba.

        Anggota masyarakat dengan kriteria demikian yang selama ini membuat bingung BNN memutus rantai penyalahgunaan narkoba.

        Efektivitas penyampaian pesan ILM antinarkoba dapat dijelaskan dan ditelaah dengan model kemungkinan elaborasi (elaboration likelihood model).

        Model ini merupakan penjelasan ilmiah untuk melihat tingkat keterlibatan khalayak sasaran mengolah pesan fear appeals. Adapun tujuannya untuk mengetahui dan mengukur bagaimana khalayak sasaran bisa terbujuk.

        Merujuk pada elaboration likelihood model, ILM antinarkoba dengan strategi fear appeals  digolongkan ke dalam peripheral route (jalur pinggiran) untuk mengomunikasikan pesan yang ditekankan pada aspek emosional.

        Jalur pinggiran sangat tepat disandingkan dengan komunikasi fear appeals yang menumbuhkan emosi berupa ketakutan. Pasalnya, pesan yang dirangkai secara emosional lebih efektif ketika disampaikan kepada kalangan pelajar dan mahasiswa yang masih labil.

        Para pelajar dan mahasiswa disebut labil karena belum mencapai kematangan psikologis sepenuhnya.

        Pada umumnya, remaja mengalami masa labil karena mengalami masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 dan 21 tahun.

        Melalui strategi elaboration likelihood model berbasis fear appeals, komunikator diharapkan sesuai dengan sasaran menciptakan pesan iklan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, makin tinggi emotional fear appeals, makin tinggi recall psikologis atau umpan balik yang dihasilkannya.

        Umpan balik yang dihasilkan tinggi karena khalayak sasaran cenderung lebih mengingat pesan dengan fear appeals sebagai daya kejut.

        Inti dari pesan ILM antinarkoba dengan fear appeals adalah khalayak sasaran yang merupakan pelajar dan mahasiswa dibuat takut agar tidak coba-coba menyalahgunakan narkoba.

        Dengan demikian, pesan negatif akan bahaya narkoba akan lebih efektif ketika digunakan untuk mengancam dan menyajikan solusi.

        Topik pesan yang ditakuti dalam pandangan khalayak sasaran akan dievaluasi secara lebih hati-hati. Pada tahap tersebut khalayak sasaran disebut melakukan elaborasi.

        Melalui ILM antinarkoba dengan fear appeals, diharapkan setiap generasi muda memiliki motivasi yang lebih tinggi menjauhi penyalahgunaan narkoba.

        Selain itu, media yang dipilih juga merupakan faktor yang memengaruhi keberhasilan pesan iklan.

        Selama ini, ILM antinarkoba dinilai belum efektif karena media iklan yang digunakan sebatas melalui media elektronik, cetak, dan baliho yang diletakkan di tempat-tempat yang tidak terlalu strategis.

        Sebaiknya, media iklan yang dijadikan sarana kampanye kesadaran antinarkoba juga diletakkan dan disiarkan di bioskop, mal, arena olahraga, stasiun kereta api, dan bandara.

        Tempat-tempat tersebut merupakan tempat yang biasa dikunjungi para remaja kekinian. Dengan demikian, pesan komunikasi ILM antinarkoba berbasis "fear appeals" bisa digunakan sebagai langkah awal untuk menciptakan generasi yang kebal atau imun terhadap penyalahgunaan narkoba.

*) Penulis adalah mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (Mikom) Universitas Diponegoro Semarang.

Pewarta : Anna Puji Lestari *)
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024