Purwokerto, ANTARA JATENG - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus berupaya menekan peredaran rokok ilegal.
"Berdasarkan hasil survei yang dilakukan UGM (Universitas Gajah Mada), pelanggaran cukai pada tahun 2016 sebesar 12,14 persen, tahun 2017 sekitar 10 persen, ada penurunan. Harapan kami pada tahun 2018, target 6 persen," kata Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kanwil DJBC Jateng-DIY Gatot Sugeng Wibowo di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jateng, Selasa.
Ia mengatakan yang termasuk rokok ilegal di antaranya melekatkan pita cukai bekas dan menggunakan pita cukai yang bukan peruntukannya atau bukan milik perusahaannya.
Menurut dia, rokok ilegal banyak beredar di luar Jawa seperti daerah-daerah perkebunan maupun terpencil, sedangkan di Jawa sekarang relatif lebih tertib.
Kendati peredaran rokok ilegal diharapkan bisa ditekan hingga 6 persen pada tahun 2018, dia mengakui upaya untuk menekan peredaran rokok polos agak berat.
"Kalau di Jawa, peredaran rokok lebih tertib. Cuma untuk rokok polos kalau di Jawa masih banyak ditemui, terutama di pesisir selatan seperti Kebumen dan Cilacap mungkin masih ada," katanya.
Gatot mengakui penerimaan DJBC Jateng-DIY yang sebesar Rp40 triliun pada tahun 2016 didominasi cukai rokok karena mencapai kisaran Rp38 triliun.
Menurut dia, hal itu disebabkan banyak pabrik rokok di Jateng seperti di Kudus, Jepara, dan Semarang.
Disinggung mengenai kehadiran "vapour", dia mengatakan Ditjen Bea dan Cukai sudah melakukan kajian terhadap rokok elektrik tersebut dan direncanakan akan dijadikan menjadi salah satu objek cukai.
"Ini (vapour atau rokok elektrik, red.), nantinya akan dijadikan barang kena cukai karena sama atau mirip dengan rokok dan itu potensi penerimaan juga," tegasnya.
"Berdasarkan hasil survei yang dilakukan UGM (Universitas Gajah Mada), pelanggaran cukai pada tahun 2016 sebesar 12,14 persen, tahun 2017 sekitar 10 persen, ada penurunan. Harapan kami pada tahun 2018, target 6 persen," kata Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kanwil DJBC Jateng-DIY Gatot Sugeng Wibowo di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jateng, Selasa.
Ia mengatakan yang termasuk rokok ilegal di antaranya melekatkan pita cukai bekas dan menggunakan pita cukai yang bukan peruntukannya atau bukan milik perusahaannya.
Menurut dia, rokok ilegal banyak beredar di luar Jawa seperti daerah-daerah perkebunan maupun terpencil, sedangkan di Jawa sekarang relatif lebih tertib.
Kendati peredaran rokok ilegal diharapkan bisa ditekan hingga 6 persen pada tahun 2018, dia mengakui upaya untuk menekan peredaran rokok polos agak berat.
"Kalau di Jawa, peredaran rokok lebih tertib. Cuma untuk rokok polos kalau di Jawa masih banyak ditemui, terutama di pesisir selatan seperti Kebumen dan Cilacap mungkin masih ada," katanya.
Gatot mengakui penerimaan DJBC Jateng-DIY yang sebesar Rp40 triliun pada tahun 2016 didominasi cukai rokok karena mencapai kisaran Rp38 triliun.
Menurut dia, hal itu disebabkan banyak pabrik rokok di Jateng seperti di Kudus, Jepara, dan Semarang.
Disinggung mengenai kehadiran "vapour", dia mengatakan Ditjen Bea dan Cukai sudah melakukan kajian terhadap rokok elektrik tersebut dan direncanakan akan dijadikan menjadi salah satu objek cukai.
"Ini (vapour atau rokok elektrik, red.), nantinya akan dijadikan barang kena cukai karena sama atau mirip dengan rokok dan itu potensi penerimaan juga," tegasnya.