Salatiga, ANTARA JATENG - Perum Perhutani tetap menggandeng warga Desa Surokonto Wetan, Pageruyung, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dalam mengelola lahan pascapenjarahan hutan yang dilakukan sejumlah oknum warga.

"Sejak awal, kami memang ingin menggandeng warga sekitar," kata Kepala Departemen Perencanaan Sumber Daya Hutan, Pengembangan Bisnis, dan Pemasaran Perum Perhutani Divre I Jawa Tengah Mohamad Widianto di Salatiga, Jumat.

Lahan yang terletak di Desa Surokonto Wetan, Kendal, memiliki luas sekitar 127,81 hektare yang merupakan lahan pengganti dari PT Semen Indonesia atas lahan seluas 56,850 ha di Rembang untuk keperluan pembangunan pabrik.

Widianto menjelaskan proses tukar menukar lahan sebenarnya sudah dimulai sejak April 2012 dengan pengajuan pertimbangan teknis kepada Menteri Kehutanan, kemudian diterjunkan tim terpadu untuk melakukan kajian.

Dari hasil kajian tim terpadu yang beranggotakan banyak unsur, kata dia, Menhut memberikan persetujuan prinsip tukar menukar lahan melalui surat bernomor S.279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013.

Sembari menunggu proses tata batas dan pemenuhan kewajiban lain oleh Semen Indonesia, Dirjen Planologi Kehutanan Kemenhut melalui surat bernomor S.998/VI-RUH/2013 menugasan Perhutani untuk mengelola lahan pengganti itu.

"Jadi, mulai 26 Juli 2013 Perhutani sudah memiliki hak dan kewenangan untuk mengelola lahan itu. Disusul dengan Keputusan Menhut melalui SK,3021/Menhut-VII/2014 tentang penetapan lahan pengganti sebagai kawasan hutan," katanya.

Persoalan muncul ketika Nur Aziz dan beberapa warga menolak kawasan hutan itu dikelola Perhutani, mengingat mereka selama ini menggarap lahan tersebut ketika Hak Guna Usaha (HGU) masih dipegang PT Sumur Pitu.

Berbagai upaya mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil dan Nur Azis bersama sejumlah warga tetap melakukan okupansi lahan secara sepihak, kata dia, sehingga Perhutani melaporkan kepada kepolisian pada 26 Januari 2016.

Kemudian, PN Kendal memvonis Nur Aziz dkk delapan tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider enam bulan, kemudian banding di PT Semarang diputus Nur Aziz tiga tahun, sementara Sutrisno Rusmin dan Mujiono masing-masing dua tahun penjara.

Ketiganya naik banding, terakhir Mahkamah Agung melalui putusan kasasinya pada 5 Oktober 2017, justru menghukum ketiganya lebih berat, yakni pidana penjara 8 tahun dan denda Rp10 miliar subsider 3 bulan penjara.

Menurut Widianto, selama ini Perhutani telah menjalankan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang memberikan kesempatan dan berbagi ruang dengan warga sekitar dalam pengelolaan kawasan hutan.

"Mau ditanami apa saja, silakan. Kemarin ada isu kami memaksakan menanam pohon jati, tidak benar. Jangan khawatir, palawija juga boleh. Tetapi, tidak bisa semuanya. Harus ada pohon tegakannya," katanya.

Yang jelas, kata dia, Perhutani memfasilitasi warga sebesar-besarnya untuk bersama-sama mengelola hutan di Desa Surokonto Wetan, Kendal, utamanya sekarang yang paling penting dilakukan adalah reboisasi.

"Terus terang, sejak 2013 sampai sekarang Perhutani tidak bisa mendapatkan hasil apa-apa dari kawasan hutan itu. Makanya, kami ajak warga marilah bersama-sama membangun hutan di kawasan itu," kata Widianto.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024