Jakarta, ANTARA JATENG - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Unggul Priyanto mengatakan teknologi rekayasa milik BPPT akan mampu
menghentikan impor garam dalam waktu dekat.
Unggul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, mengatakan kelangkaan pasokan garam yang sempat melanda negeri, membuat harga garam di sejumlah daerah melambung tinggi.
Kebijakan impor pun terpaksa dilakukan guna memenuhi kebutuhan negeri.
Sejumlah cara terus dilakukan pemerintah untuk menghindarkan impor garam pada tahun mendatang, salah satunya oleh BPPT yang menghadirkan inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi garam agar Indonesia mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan garam nasional.
Ia mengatakan telah mampu melakukan rekayasa teknologi untuk meningkatkan produksi garam. Rekayasa teknologi yang dimaksud yakni produksi garam harus bisa dilakukan setiap saat dan tanpa mengenal musim.
"Isu krisis garam nasional menjadi perhatian kami. Untuk meningkatkan produksi garam nasional dengan rekayasa teknologi ini memungkinkan untuk bisa dilakukan setiap saat, jadi produksi tak hanya dilakukan pada musim kemarau saja," katanya.
Curah hujan di sentra-sentra garam, seperti Pantai Utara Jawa (Pantura), Pulau Madura, dan sebagainya masih cukup tinggi. Dampaknya, panen garam terganggu dan kekurangan garam pun terjadi.
Untuk mengatasi masalah pasokan garam, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa pemanfaatan teknologi harus dapat membantu petani meningkatkan produksi maupun kualitas garam.
Jika dari hasil inovasi teknologi garam BPPT yang diuji coba di Kupang, Nusa Tenggara Timur, hasil produksinya bagus, maka akan diaplikasikan juga di Madura dan sentra-sentra garam lainnya.
"Kalau ada nanti langsung kita praktik, langsung kita bikin lahan garam satu di Kupang, kalau bagus langsung kita bikin lagi di Madura dan sebagainya," ujar dia.
Pihaknya optimistis solusi teknologi BPPT bisa mengatasi masalah pasokan garam di Indonesia sehingga tidak perlu impor lagi, bukan hanya untuk jangka pendek tetapi juga jangka panjang.
"Dengan begitu, biaya lebih rendah, tidak lagi terlalu berpengaruh dengan cuaca, produksi dapat kita angkat dan kita tidak impor lagi. Itu salah satu rekayasa dari BPPT," ujar Luhut.
Unggul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, mengatakan kelangkaan pasokan garam yang sempat melanda negeri, membuat harga garam di sejumlah daerah melambung tinggi.
Kebijakan impor pun terpaksa dilakukan guna memenuhi kebutuhan negeri.
Sejumlah cara terus dilakukan pemerintah untuk menghindarkan impor garam pada tahun mendatang, salah satunya oleh BPPT yang menghadirkan inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi garam agar Indonesia mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan garam nasional.
Ia mengatakan telah mampu melakukan rekayasa teknologi untuk meningkatkan produksi garam. Rekayasa teknologi yang dimaksud yakni produksi garam harus bisa dilakukan setiap saat dan tanpa mengenal musim.
"Isu krisis garam nasional menjadi perhatian kami. Untuk meningkatkan produksi garam nasional dengan rekayasa teknologi ini memungkinkan untuk bisa dilakukan setiap saat, jadi produksi tak hanya dilakukan pada musim kemarau saja," katanya.
Curah hujan di sentra-sentra garam, seperti Pantai Utara Jawa (Pantura), Pulau Madura, dan sebagainya masih cukup tinggi. Dampaknya, panen garam terganggu dan kekurangan garam pun terjadi.
Untuk mengatasi masalah pasokan garam, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bahwa pemanfaatan teknologi harus dapat membantu petani meningkatkan produksi maupun kualitas garam.
Jika dari hasil inovasi teknologi garam BPPT yang diuji coba di Kupang, Nusa Tenggara Timur, hasil produksinya bagus, maka akan diaplikasikan juga di Madura dan sentra-sentra garam lainnya.
"Kalau ada nanti langsung kita praktik, langsung kita bikin lahan garam satu di Kupang, kalau bagus langsung kita bikin lagi di Madura dan sebagainya," ujar dia.
Pihaknya optimistis solusi teknologi BPPT bisa mengatasi masalah pasokan garam di Indonesia sehingga tidak perlu impor lagi, bukan hanya untuk jangka pendek tetapi juga jangka panjang.
"Dengan begitu, biaya lebih rendah, tidak lagi terlalu berpengaruh dengan cuaca, produksi dapat kita angkat dan kita tidak impor lagi. Itu salah satu rekayasa dari BPPT," ujar Luhut.