Musim hujan di beberapa daerah, termasuk Jawa Tengah, diperkirakan hadir mulai akhir Oktober atau awal November 2017, bersamaan kurun waktunya dengan akhir musim kemarau tahun ini.

Begitu pernyataan tentang prakiraan cuaca yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), belum lama ini.

Nyaris selama musim kemarau tahun ini, tidak terdengar kabar bencana kebakaran lahan dan hutan, khususnya di kawasan gunung-gunung di Jateng, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Namun, persoalan krisis air bersih setiap musim kemarau, masih dihadapi masyarakat di beberapa daerah langganan di Jateng selama ini.

Musim hujan rasa-rasanya lebih kental dengan ancaman bencana hidrometrologi atau bencana yang dipengaruhi iklim dan cuaca. Bencana hidrometrologi saat musim hujan yang sering terjadi di Jateng, antara lain banjir, tanah longsor, tanah bergerak, gelombang pasang atau rob, dan puting beliung.

Belum lagi, sejak erupsi dahsyat Gunung Merapi 2010, masyarakat di daerah sekitarnya, yakni Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten (Jateng), serta Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) selalu diingatkan tentang kewaspadaan terhadap banjir lahar hujan karena masih ada jutaan meter kubik material erupsi di sekitar puncak gunung berapi tersebut, yang sewaktu-waktu turun terbawa air hujan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pernah menyebut bahwa Jateng "supermarket" bencana alam. Maksudnya, selain karena tingginya potensi bencana, juga berbagai bentuk bencana alam mengancam daerah dengan 35 kabupaten dan kota di provinsi ini.

Oleh karenanya, kewaspadaan terhadap bencana tidak boleh lepas. Masyarakat jangan terlena karena bencana alam selalu mengancam. Begitu pula pihak-pihak terkait dan aparat yang secara khusus memiliki kemampuan lebih matang serta terlatih dalam menangani penanggulangan bencana alam. Mereka selalu siap siaga.

Berbagai perlengkapan dan perangkat, seperti alat peringatan dini yang telah dipasang di daerah rawan bencana alam, perlu dicek untuk memastikan berfungsi secara optimal, guna mencegah jatuhnya korban ketika terjadi peristiwa alam.

Selain itu, logistik untuk bantuan kepada korban bencana alam, termasuk obat-obatan dengan perlengkapannya serta tenaga medis, sudah harus disiapkan sejak dini.

Simulasi penanganan bencana akan teruji bukan sekadar proyek rutin pemerintah, tetapi sungguh-sungguh ampuh manfaatnya ketika suatu daerah menghadapi bencana. Tentu harapan semua orang, bencana jangan pernah terjadi, meskipun simulasi tetap selalu harus digelar. Bagaimanapun program simulasi menjadi bagian penting dari langkah kesiagaan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam.

Gubernur Pranowo juga mengingatkan tentang kearifan lokal masyarakat di berbagai daerah, terkait dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam yang disebutnya sebagai "ilmu titen". Di pedesaan, kehadiran laron saat petang hari, menjadi salah satu contoh tentang "ilmu titen" bahwa musim hujan segera hadir.

Pemprov Jateng sudah melakukan normalisasi dan perbaikan sejumlah tanggul sungai, seperti di Demak, Solo, Klaten, Purworejo, dan Banyumas, terutama untuk antisipasi dan penanggulangan banjir. Itu juga salah satu bagian dari upaya menghadapi bencana akibat musim hujan.

Puncak musim hujan diprediksi oleh BMKG terjadi pada Desember 2017 hingga Februari tahun depan dengan intensitas antara 300-500 milimeter atau kategori sangat tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi berpotensi banjir dan tanah longsor.

Banjir dan genangan air yang tinggi sudah melanda sejumlah kawasan selatan Jawa Tengah, beberapa hari lalu seiring dengan hujan mulai turun di daerah itu, sedangkan tahun lalu tanah longsor akibat hujan intensif mengakibatkan jatuhnya belasan korban meninggal dunia dan kerusakan lainnya di wilayah Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.

Kalau dalam cerita ketoprak, begal mengancam korbannya dengan ucapan paksaan, "bandha opo nyowo" --pilih menyerahkan harta atau nyawa-- maka ungkapan itu bisa saja menjadi pegangan masyarakat menghadapi ancaman bencana, bahwa "Harta masih bisa dicari, tetapi nyawa jangan disia-siakan".

Namun, alam raya tentu tidak tepat jika disamakan dengan begal. Ia memiliki kekuasaan tersendiri yang tidak bisa dilawan manusia. Hal yang bisa dilakukan manusia adalah menyikapi kehendak alam dengan tepat dan bijaksana, yakni jangan lengah, waspada, dan kesiagaan tinggi. Supaya tidak jatuh korban.

Pemimpin Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor di kawasan barat daya dari puncak Gunung Merapi Kabupaten Magelang, Sitras Anjilin, mengatakan kalau tidak mengakibatkan jatuhnya korban, maka suatu kejadian alam bukanlah bencana.

Kejadian itu, suatu peristiwa alam yang justru bisa disaksikan melalui indera manusia, untuk makin mendekatkan diri kepada keagungan dan kemuliaan Yang Ilahi.


Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor :
Copyright © ANTARA 2024