Jakarta, ANTARA JATENG - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Febri Diansyah menyatakan terdapat enam poin krusial dalam kesimpulan
yang diserahkan kepada hakim tunggal saat lanjutan sidang praperadilan
Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.
"Pertama, pihak Setya Novanto kami nilai tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya meskipun Hakim telah memberikan kesempatan untuk menghadirkan bukti-bukti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Kedua, kata Febri, Mahkamah Agung telah memberikan pedoman di Peraturan Mahkamah Agung (Perma)Nomor 4 Tahun 2016 yang intinya menegaskan bahwa pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil.
Selanjutnya ketiga, Febri menyatakan bahwa KPK telah menyerahkan bukti-bukti di persidangan praperadilan itu, meskipun pihaknya menyayangkan terdapat bukti rekaman pembicaraan yang ditolak hakim untuk diperdengarkan.
"Bahkan sejak proses penyelidikan KTP-e telah dimintakan keterangan terhadap 62 orang, 457 dokumen, bukti elektronik, dan ahli. Kemudian proses penghitungan kerugian keuangan negara juga sudah dilakukan," tuturnya.
Keempat, Febri mengatakan Setya Novanto pun telah diperiksa sebelum penetapan tersangka dilakukan.
Kemudian, kelima, penyidik yang memproses kasus ini adalah penyidik yang sah bahkan Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan kewenangan KPK mengangkat penyidik sendiri.
"Keenam, tindakan pencegahan ke luar negeri terhadap pemohon pun dilakukan secara sah sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002," ucap Febri.
KPK pada Kamis (28/9) telah menyerahkan berkas kesimpulan dalam praperadilan yang diajukan pihak Setya Novanto.
"Dari keseluruhan proses persidangan yang dilakukan sejak Rabu, 20 September 2017 lalu, KPK yakin jika fakta hukum, bukti, dan aspek keadilan dipertimbangkan maka apa yang kami sampaikan di kesimpulan ini akan diterima oleh Hakim. Sehingga praperadilan Setya Novanto akan ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak diterima," tuturnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi Iskandar akan menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan putusan pada Jumat (29/9).
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pertama, pihak Setya Novanto kami nilai tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya meskipun Hakim telah memberikan kesempatan untuk menghadirkan bukti-bukti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Kedua, kata Febri, Mahkamah Agung telah memberikan pedoman di Peraturan Mahkamah Agung (Perma)Nomor 4 Tahun 2016 yang intinya menegaskan bahwa pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil.
Selanjutnya ketiga, Febri menyatakan bahwa KPK telah menyerahkan bukti-bukti di persidangan praperadilan itu, meskipun pihaknya menyayangkan terdapat bukti rekaman pembicaraan yang ditolak hakim untuk diperdengarkan.
"Bahkan sejak proses penyelidikan KTP-e telah dimintakan keterangan terhadap 62 orang, 457 dokumen, bukti elektronik, dan ahli. Kemudian proses penghitungan kerugian keuangan negara juga sudah dilakukan," tuturnya.
Keempat, Febri mengatakan Setya Novanto pun telah diperiksa sebelum penetapan tersangka dilakukan.
Kemudian, kelima, penyidik yang memproses kasus ini adalah penyidik yang sah bahkan Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan kewenangan KPK mengangkat penyidik sendiri.
"Keenam, tindakan pencegahan ke luar negeri terhadap pemohon pun dilakukan secara sah sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002," ucap Febri.
KPK pada Kamis (28/9) telah menyerahkan berkas kesimpulan dalam praperadilan yang diajukan pihak Setya Novanto.
"Dari keseluruhan proses persidangan yang dilakukan sejak Rabu, 20 September 2017 lalu, KPK yakin jika fakta hukum, bukti, dan aspek keadilan dipertimbangkan maka apa yang kami sampaikan di kesimpulan ini akan diterima oleh Hakim. Sehingga praperadilan Setya Novanto akan ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak diterima," tuturnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi Iskandar akan menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan putusan pada Jumat (29/9).
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.