Kudus, ANTARA JATENG - Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia mendesak Menteri Perdagangan untuk mencabut Surat Menteri Perdagangan Nomor 885/2017 dan Surat Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 465/2017 yang melegalkan praktik monopoli penjualan dan pembelian gula oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik.

"Di dalam surat tersebut diatur hanya Perum Bulog yang boleh menjual gula curah atau karungan di pasar," kata Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin di Kudus, Senin.

Akibatnya, lanjut dia, pedagang takut membeli gula tani karena tidak boleh menjual gula ke pasar secara curah.

Ketakutan pedagang, kata dia, semakin bertambah dengan adanya surat Perum Bulog kepada Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri untuk mengamankan kebijakan monopoli tersebut.

Menurut dia, aturan tersebut sangat tidak adil bagi pedagang sebagai pelaku usaha perdagangan gula serta petani karena gulanya harus dijual kepada Perum Bulog.

"Hal itu, merupakan bentuk pemaksaan dan penindasan," ujarnya.

Terlebih lagi, kata dia, gula tani hanya dibeli seharga Rp9.700 per kilogram, sehingga petani masih rugi karena di bawah biaya produksi gula petani sebesar RP10.600/kg.

"Kami minta supaya gula petani dibeli dengan harga Rp11.000/kg," ujarnya.

Ironisnya, lanjut dia, pedagang disuruh beli gula tani dari Perum Bulog Rp9.900/kg dan pedagang dibebani membeli gula bulog sisa impor tahun lalu seharga Rp11.000/kg.

Dugaan monopoli Perum Bulog di bidang jual beli gula, juga dilaporkan oleh APTRI ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Praktik monopoli penjualan gula pasir dianggap bertentangan dengan Undang-Undang nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pada pasal 17, dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, pada ayat (2) dijelaskan bahwa pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya.

Akibatnya, pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor :
Copyright © ANTARA 2024