Sekitar 1.000 desa di Jawa Tengah saat ini dilaporkan mulai dilanda kekeringan pada medio Agustus 2017. Selain sawah yang tidak lagi kebagian air, penduduk juga mulai sulit mendapatkan akses air bersih dari sumur, telaga, dan sungai. 

Bagi penduduk perkotaan, pasokan air dari PDAM menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun bagi warga desa, sumur tetap menjadi andalan utama selain air telaga dan sungai. Ketika desa-desa dilanda kelangkaan air, pemerintah daerah mulai melakukan droping air.

Dari sekitar 1.000 desa yang mengalami kekeringan tersebut memang kondisinya tidak sama. Artinya, ada yang cukup parah sehingga harus segera mendapatkan pasokan air dari luar. Sementara desa lain masih bisa mendapatkan akses air dari sumber lain namun volumenya makin terbatas.

Sepanjang bulan Agustus 2017, sebagian besar wilayah di Jawa Tengah memang tidak mendapat guyuran hujan sehingga permukaan lahan persawahan pun tampak meretak akibat kekeringan panjang. Volume air dari sumber-sumber air, seperti telaga, sungai, dan waduk juga menurun drastis. Selain itu, suhu udara pada siang hari sepanjang Agustus juga rata-rata di atas 30 derajat celcius.

Sebagai negara tropis, datangnya musim kemarau memang bisa diperkirakan. Oleh karena itu, pemerintah pusat, provinsi, hingga kota dan kabupaten setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk mengatasi bencana kekeringan tersebut. Salah satunya melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Jawa Tengah yang memiliki 573 kecamatan dan 7.809 desa dihuni sekitar 34,3 juta jiwa tersebut memang memiliki permasalahan lingkungan yang beragam. Namun, ketika musim kemarau, kondisi wilayah pegunungan dengan pesisir menampakkan permasalahan yang sama: ancaman kekeringan. Kekeringan selalu melanda kedua wilayah tersebut. Sementara itu, pada musim hujan di wilayah pesisir sering dilanda banjir, sedangkan wilayah dataran tinggi diwarnai dengan acaman tanah longsor.

Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintahan dari level pemerintah kabupaten/kota memiliki desain besar untuk mengatasi permasalahan kekeringan di setiap desa atau kelurahan yang rawan kekeringan.

Kita mengapresiasi sejumlah pemerintah daerah yang membangun waduk. Pemerintah Kota Semarang dengan Waduk Jatibarang yang selesai pada 2014 dan Waduk Logung di Kabupaten Kudus yang diperkirakan pada 2018 yang mampu menampung air.

Keberadaan waduk tersebut sangat penting untuk mengendalikan air pada musim hujan sekaligus sebagai tempat penyimpanan air yang berguna untuk mengairi lahan pertanian dan rumah tangga.

Membangun waduk memang membutuhkan biaya besar dan waktu lama. Di luar persoalan tersebut, proses pembebasan lahan juga pelik karena bagi sebagian masyarakat Jawa, tanah itu ibarat "sadumuk bathuk sanyari Bumi," sesuatu yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan.

Namun, sebagai bangsa yang bertekad bergerak maju dan tidak ingin  terjebak kemalangan rutin setiap tahun, segala upaya yang terencana dan diyakini memberi kemaslahatan bagi banyak orang, harus dilakukan oleh negara.

Oleh karena itu, untuk mengurangi ancaman kekurangan air pada musim kemarau, membangun bendungan merupakan keniscayaan di tengah perubahan iklim seperti sekarang ini. ***

Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor :
Copyright © ANTARA 2024