Kudus, ANTARA JATENG - Petani tebu di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berunjuk rasa menuntut penghapusan pajak pertambahan nilai 10 persen serta kebijakan lain yang dianggap merugikan mereka, Kamis.

Aksi unjuk rasa puluhan petani tebu tersebut dimulai pukul 09.30 WIB yang diikuti aksi truk pengangkut tebu yang diparkir di tepi Jalan Pati-Tayu Kilometer 9 Desa Kajar, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati.

Setelah 30 menit berselang, truk pengangkut tebu yang semula terparkir di tepi Jalan Pati-Tayu mulai masuk ke pangkalan truk tebu milik Pabrik Gula Trangkil.

Ashadi, salah seorang petani tebu ditemui di sela-sela demo di Pati, Kamis, menuntut, pemerintah segera menghapuskan penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen.

Pasalnya, kata dia, kebijakan tersebut akan berdampak pada petani, karena pedagang tentu akan membebankan PPN tersebut kepada petani, sehingga gula tani akhirnya dihargai murah.

Akibat kebijakan tersebut, lanjut dia, pedagang belum berani membeli khawatir dikenakan PPN 10 persen.

Ia mengatakan, aksi hari ini (24/8) dalam rangka mengingatkan pemerintah agar menghapuskan PPN 10 persen sesuai tuntutan petani tebu sejak awal.

"Kami juga menuntut pemerintah menindak oknum yang sengaja menjual gula rafinasi ke pasar konsumsi, karena merusak harga jual gula petani di pasaran," ujarnya.

Padahal, lanjut dia, gula rafinasi hanya diperbolehkan untuk kepentingan industri makanan dan minuman.

Petani juga menolak pembangunan pabrik gula rafinasi, karena dikhawatirkan akan merugikan petani tebu karena kebijakan nantinya hanya mengimpor bahan baku dari luar.

Dandi, petani tebu lainnya menganggap, kebijakan pemerintah saat ini cenderung merugikan petani, sedangkan hasil panen tanaman tebunya justru sedang terpuruk.

Sebelumnya, kata dia, setiap hektare lahan tanaman tebu bisa menghasilkan 1.000-1.200 kuintal per hektare, kini turun menjadi 600-500 kuintal saja per hektarenya.

Ia berharap, selain menghapuskan PPN 10 persen serta mengawasi distribusi gula rafinasi agar tidak merembes ke pasar, petani juga menuntut harga eceran tertinggi gula pasir dinaikkan karena harga beli gula tani sebesar Rp9.700 belum menguntungkan petani.

Bahkan, lanjut dia, ketika harga pokok produksinya ditetapkan sebesar Rp10.600 per kilogramnya, petani juga belum mendapatkan untung, namun tidak mengalami kerugian.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPN APTRI M. Nur Khabsyin yang juga hadir pada acara aksi petani di Trangkil mengungkapkan, aksi ini merupakan bentuk keprihatinan petani tebu karena gula petani hingga kini belum terserap.

"Kalaupun laku, harganya masih di bawah harga pokok produksi," ujarnya.

APTRI, kata dia, menuntut gula petani dibeli dengan harga Rp11.000/kg karena biaya produksinya sebesar Rp10.600/kg.

Rencana Perum Bulog akan membeli gula petani dengan harga Rp9.700/kg, kata dia, petani keberatan karena masih di bawah HPP.

Ia berharap, HET gula juga dinaikkan menjadi Rp14.000/kg, agar petani serta pedagang juga sama-sama mendapatkan keuntungan, karena ketika HET ditetapkan sebesar Rp12.500/kg, maka pedagang masih terbebani dengan biaya distribusinya.

Permasalahan lain yang diminta penuntasannya, yakni terkait rembesan gula rafinasi di pasaran.

"Pemerintah diminta menindak tegas pelakunya, karena merugikan petani tebu. Demikian halnya, gula impor juga harus disetop terlebih dahulu untuk memberi kesempatan gula petani masuk ke pasar," ujarnya.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor :
Copyright © ANTARA 2024