Surabaya, ANTARA JATENG - Mahasiswa Teknik Elektero Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya (UKWMS) Fandri Christanto menciptakan mesin
pengering kerupuk hemat energi guna membantu mengoptimalkan produksi
kerupuk bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Fandri saat ditemui di kampus setempat, Senin mengatakan, keunggulan alat ini dibanding pengeringan lain adalah alat ini hemat energi karena hanya membutuh listrik 72 watt saja dan juga menghasilkan proses pengeringan kerupuk yang cepat.
"Proses pengeringan pada mesin ini hanya membutuhkan waktu 90 menit dengan kapasitas 50 kilogram krupuk. Selain itu, mesin ini mudah dioperasikan karena hanya sekali tekan mesin akan jalan dan akan mati secara otomatis," kata Fandri.
Fandri menambahkan, bahan bakar yang dipakai mesin ini menggunakan elpiji 3 kilogram. Satu elpiji bisa dipakai tiga kali pengeringan dengan durasi 90 menit.
Dia menjelaskan, cara kerja mesin ini sangat sederhana. Tinggal menekan tombol power dan start maka mesin akan mulai beroperasi. Dalam mesin itu, tambah dia, ada sistem mekanik dan elektronik.
"Dalam sistem mekanik ada ruang pengering, ada media pengantar panas dan ada sistem pengendali. Sementara untuk elektronik, ada power supply, ada microcontroler yang bertujuan untuk mengatur alat," tuturnya.
Dia mengungkapkan, untuk membuat mesin ini menghabiskan Rp8 juta. Kendala utama ada pada membuat kalibrasi sensor terhadap alat ukur yang memakan waktu 1,5 bulan. Alat memakan waktu 6 bulan dari riset hingga pembuatan alat.
"Latar belakang membuat mesin ini adalah orang tua pelaku usaha kerupuk di Mojokerto. Selama ini pengeringan dilakukan secara manual dengan mengeringkan dengan cara dijemur. Setiap musim hujan tiba, orang tua tidak bisa produksi maksimal walau permintaan sedang banyak. Jadi saya termotivasi membuat alat ini dengan harapan akan meningkatkan produksi industri kerupuk," ujarnya.
Dosen Teknik Elektro UKWMS ANdrew Joewono mengatakan, alat pengering kerupuk buatan mahasiswanya ini memakai angin panas untuk proses pengeringan. Pemakaian angin panas karena sesuai dengan material yang mau dikeringkan, misal kerupuk atau potongan palawija.
"Dengan angin panas tidak akan merusak moorfologi dari material yang ada di kerupuk. Material terluar tidak akan berubah bentuk. Hasil pengeringan dari alat ini sama dengan hasil jika kerupuk dijemur jadi tidak menyalahi," ujar Andrew.
Dalam mesin ini, kata dia, kelembaban pengeringan bisa diatur. Suhu akan naik terus mengikuti kelembaban. Selain itu, mesin ini bisa menghasilkan 500 kerupuk dalam sekali produksi.
Andrew berharap teknologi yang diciptakan mahasiswanya ini bisa bermanfaat bagi para pelaku usaha, dan juga diapersiasi oleh pemerintah maupun pelaku usaha.
Fandri saat ditemui di kampus setempat, Senin mengatakan, keunggulan alat ini dibanding pengeringan lain adalah alat ini hemat energi karena hanya membutuh listrik 72 watt saja dan juga menghasilkan proses pengeringan kerupuk yang cepat.
"Proses pengeringan pada mesin ini hanya membutuhkan waktu 90 menit dengan kapasitas 50 kilogram krupuk. Selain itu, mesin ini mudah dioperasikan karena hanya sekali tekan mesin akan jalan dan akan mati secara otomatis," kata Fandri.
Fandri menambahkan, bahan bakar yang dipakai mesin ini menggunakan elpiji 3 kilogram. Satu elpiji bisa dipakai tiga kali pengeringan dengan durasi 90 menit.
Dia menjelaskan, cara kerja mesin ini sangat sederhana. Tinggal menekan tombol power dan start maka mesin akan mulai beroperasi. Dalam mesin itu, tambah dia, ada sistem mekanik dan elektronik.
"Dalam sistem mekanik ada ruang pengering, ada media pengantar panas dan ada sistem pengendali. Sementara untuk elektronik, ada power supply, ada microcontroler yang bertujuan untuk mengatur alat," tuturnya.
Dia mengungkapkan, untuk membuat mesin ini menghabiskan Rp8 juta. Kendala utama ada pada membuat kalibrasi sensor terhadap alat ukur yang memakan waktu 1,5 bulan. Alat memakan waktu 6 bulan dari riset hingga pembuatan alat.
"Latar belakang membuat mesin ini adalah orang tua pelaku usaha kerupuk di Mojokerto. Selama ini pengeringan dilakukan secara manual dengan mengeringkan dengan cara dijemur. Setiap musim hujan tiba, orang tua tidak bisa produksi maksimal walau permintaan sedang banyak. Jadi saya termotivasi membuat alat ini dengan harapan akan meningkatkan produksi industri kerupuk," ujarnya.
Dosen Teknik Elektro UKWMS ANdrew Joewono mengatakan, alat pengering kerupuk buatan mahasiswanya ini memakai angin panas untuk proses pengeringan. Pemakaian angin panas karena sesuai dengan material yang mau dikeringkan, misal kerupuk atau potongan palawija.
"Dengan angin panas tidak akan merusak moorfologi dari material yang ada di kerupuk. Material terluar tidak akan berubah bentuk. Hasil pengeringan dari alat ini sama dengan hasil jika kerupuk dijemur jadi tidak menyalahi," ujar Andrew.
Dalam mesin ini, kata dia, kelembaban pengeringan bisa diatur. Suhu akan naik terus mengikuti kelembaban. Selain itu, mesin ini bisa menghasilkan 500 kerupuk dalam sekali produksi.
Andrew berharap teknologi yang diciptakan mahasiswanya ini bisa bermanfaat bagi para pelaku usaha, dan juga diapersiasi oleh pemerintah maupun pelaku usaha.