Semarang, ANTARA JATENG - Pakar keamanan siber Pratama Persadha memandang perlu peningkatan standar keamanan siber di Tanah Air yang tidak hanya terkait dengan infrastruktur penting milik pemerintah dan swasta, tetapi secara menyeluruh, termasuk regulasi tataran teknis.
"Hal ini merupakan pekerjaan rumah (PR) paling penting bagi bangsa kita yang saat ini berusia 72 tahun," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Kamis.
Pratama mengemukakan hal itu ketika merespons pidato Presiden RI Joko Widodo pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) di Jakarta, Rabu (16/8). Presiden menekankan pentingnya kesiapan menghadapi kemajuan teknologi yang destruktif.
Sejak Januari hingga Agustus 2017, lanjut Pratama, tercatat relatif banyak peristiwa di dunia dan Tanah Air terkait dengan sisi negatif kemajuan teknologi, seperti serangan wannacry dan peretasan yang memakan korban instansi pemerintah.
Melihat fakta itu, Presiden menyampaikan bahwa dalam usia Indonesia yang memasuki ke-72, bangsa ini harus siap menghadapi tantangan global, terutama dari sisi teknologi yang akan terus membesar. Apalagi, ketergantungan masyarakat pada teknologi juga makin hari bertambah besar.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi [Communication and Information System Security Research Center (CISSReC)] menyambut baik respons Presiden atas beberapa peristiwa besar yang langsung terkait dengan teknologi informasi dan keamanan siber.
Menurut Pratama, saat ini hampir semua negara bersiap lebih serius menghadapi tantangan teknologi dan keamanan siber.
"Tantangan serius bagi pemerintah adalah mengamankan semua infrastruktur strategis, terutama dari segi keamanan siber," ujarnya.
Pratama mengakui bahwa serangan wannacry dan NoPetya, beberapa saat lalu, memang tidak masif menghantam Tanah Air. Namun, melihat beberapa negara Eropa yang sempat lumpuh, sepatutnya mewaspadainya.
"Hal ini merupakan pekerjaan rumah (PR) paling penting bagi bangsa kita yang saat ini berusia 72 tahun," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) melalui surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Kamis.
Pratama mengemukakan hal itu ketika merespons pidato Presiden RI Joko Widodo pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) di Jakarta, Rabu (16/8). Presiden menekankan pentingnya kesiapan menghadapi kemajuan teknologi yang destruktif.
Sejak Januari hingga Agustus 2017, lanjut Pratama, tercatat relatif banyak peristiwa di dunia dan Tanah Air terkait dengan sisi negatif kemajuan teknologi, seperti serangan wannacry dan peretasan yang memakan korban instansi pemerintah.
Melihat fakta itu, Presiden menyampaikan bahwa dalam usia Indonesia yang memasuki ke-72, bangsa ini harus siap menghadapi tantangan global, terutama dari sisi teknologi yang akan terus membesar. Apalagi, ketergantungan masyarakat pada teknologi juga makin hari bertambah besar.
Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi [Communication and Information System Security Research Center (CISSReC)] menyambut baik respons Presiden atas beberapa peristiwa besar yang langsung terkait dengan teknologi informasi dan keamanan siber.
Menurut Pratama, saat ini hampir semua negara bersiap lebih serius menghadapi tantangan teknologi dan keamanan siber.
"Tantangan serius bagi pemerintah adalah mengamankan semua infrastruktur strategis, terutama dari segi keamanan siber," ujarnya.
Pratama mengakui bahwa serangan wannacry dan NoPetya, beberapa saat lalu, memang tidak masif menghantam Tanah Air. Namun, melihat beberapa negara Eropa yang sempat lumpuh, sepatutnya mewaspadainya.