Konsep mengenai redenominasi telah dikenal oleh masyarakat pada tradisi dagang di pasar-pasar tradisional. Salah satunya di Pasar Hewan Sunggingan, Kabupaten Boyolali, tak terdengar kata "juta" pada transaksi yang dilakukan antarpedagang sapi maupun kambing.

"Mau cari kambing yang harganya Rp3.000 sudah bisa pilih, pasti dapat besar dan kondisinya bagus," kata pedagang kambing Wahono ketika ditemui di pasar hewan Sunggingan, Boyolali, Kamis.

Mengenai istilah harga tersebut, justru pedagang tidak terbiasa menyampaikan harga dengan satuan juta. Karena istilah tersebut tiap hari mereka gunakan, masyarakat sudah tahu artinya angka-angka yang mereka sampaikan.

Misalnya, harga dua setengah atau tiga ribu, atau dua seperempat. Semua pedagang sudah tahu.

Pedagang lain, Muslih, mengatakan bahwa istilah tersebut guna memudahkan transaksi antarpedagang. Menurut dia, kalau menggunakan kata "juta", justru pedagang sering kesulitan.

"Yang penting hitungan uangnya pas. Untuk memudahkan kami, lebih sering menggunakan satuan ribu," katanya.

Pada kesempatan yang sama, anggota staf UPT Pasar Hewan Sunggingan Sapto Hadi Darmo mengatakan bahwa masyarakat sudah menggunakan istilah itu sejak lama, khususnya antara pedagang dan pedagang.

Mengenai rencana redenominasi, menurut dia, sebetulnya tidak ada kaitannya dengan kebiasaan para pedagang ini. Meski demikian, kalau memang akan diterapkan, dia memperkirakan para pedagang sudah siap.

Walau sudah terbiasa menggunakan istilah ribuan, transaksi antara pedagang dan konsumen biasanya tetap menggunakan istilah juta.

"Kalau konsumen, `kan tidak banyak yang tahu tradisi tersebut. Jadi, pedagang tetap menggunakan istilah juta. Kalau kambing tersebut harganya Rp2 juta, ya, akan tetap disampaikan bahwa harga Rp2 juta, bukan Rp2.000," katanya.


Sepeda Motor Rp7.000

Rupanya konsep redenominasi tersebut tidak hanya diterapkan di pasar hewan, tetapi juga pasar lain, salah satunya pasar sepeda motor bekas. Bero, salah satu pedagang sepeda motor bekas, mengatakan bahwa tidak ada pedagang yang menggunakan kata juta ketika bertransaksi, baik antarpedagang maupun dengan konsumen.

Pembeli biasanya sudah banyak yang tahu, misalnya dari awal mereka langsung tanya ada sepeda motor yang murah atau tidak, dananya Rp7.000. Langsung saya carikan.

Meski demikian, ada beberapa yang belum pernah mendengar istilah tersebut. Jika sudah begitu, dia akan menerangkan kepada pembeli.

Pernah suatu kali ada pembeli yang mau beli motor, memang kondisi sudah tidak begitu bagus, kemudian dia menjualnya dengan harga Rp3.000. Pembeli langsung kaget. Namun, setelah dia menjeskan bahwa harganya Rp3.000.000, pembeli baru paham dan tertawa karena baru kali pertama mendengar istilah tersebut.

Menurut pedagang sepeda motor bekas lain, Wardjono, biasanya hanya menjual sepeda motor bekas yang harganya sekitar Rp5.000.000 atau dia mengistilahkan seharga Rp5.000.

"Saya sudah jual beli motor bekas sejak 10 tahun lalu. Dari awal, saya jualan memang sudah dengar istilah itu, jadi sudah enggak kaget lagi. Kalau pakai juta, malah saya bingung sendiri. Misalnya, cukup lima seperempat, tetapi harus diucapkan Rp5.250.000," katanya.


Pengenalan Konsep Redenominasi

Mengenai kebijakan redenominasi, sebelumnya pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang F.X. Sugianto mengatakan bahwa Pemerintah perlu mengenalkan konsep redenominasi sebelum menerapkan kebijakan tersebut.

Untuk mengenalkan kepada masyarakat, Pemerintah melalui Bank Indonesia perlu melakukannya secara bertahap, salah satunya dengan memberlakukan dua pecahan mata uang secara bersamaan.

"Perlu sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dari masyarakat, jangan sampai masyarakat salah kaprah antara redenominasi dan sanering (pemotongan uang)," katanya.

Redenominasi artinya menyederhanakan pecahan mata uang dengan mengurangi digit nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut, sedangkan sanering adalah pemotongan nilai uang sehingga terjadi penurunan daya beli masyarakat.

Misalnya, uang Rp10.000 menjadi Rp10, atau Rp1.000.000 menjadi Rp1.000. Akan tetapi, hal ini perlu diterapkan secara bertahap, seperti ketika masyarakat membeli beras 1 kilogram yang harganya Rp10.000, pembayarannya bisa dengan uang Rp10.000 dengan pecahan lama dan bisa juga menggunakan uang Rp10 dengan pecahan baru setelah redenominasi.

Jika jadi diterapkan, dalam kurun waktu yang dibutuhkan dalam sosialisasi tersebut sekitar 3 s.d. 4 tahun.

"Dalam kurun waktu tersebut, masyarakat baru bisa benar-benar memahami dan terbiasa dengan penerapan pecahan yang baru," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan bahwa Indonesia sudah saatnya melaksanakan kebijakan redenominasi (penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya).

Terlebih, pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I 2017 mencapai 5,01 persen. Penerapan tersebut tepat dilaksanakan pada saat kondisi inflasi yang rendah dan kondisi ekonomi yang terjaga.

Mengenai hal itu, Agus mengatakan bahwa pihaknya telah mendapatkan restu dari Presiden RI Joko Widodo untuk melanjutkan proses Rancangan Undang-Undang tentang Redenominasi Mata Uang.

Rancangan Undang-Undang Redenominasi Mata Uang yang pernah diajukan ke DPR RI tahun 2013 tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas pada tahun 2017.

Agus mengatakan bahwa tidak ada perubahan krusial antara RUU yang pernah diajukan ke DPR pada masa lalu dan saat ini. Poin krusialnya adalah menyederhanakan nilai rupiah tanpa memotongnya atau sanering.

Pewarta : Aris Wasita Widiastuti
Editor :
Copyright © ANTARA 2024