Semarang, ANTARA JATENG - Penerapan undang-undang terkait dengan penyalahgunaan media sosial bukan berarti Pemerintah membatasi kebebasan warganet (netizen), kata pakar komunikasi Gunawan Witjaksana di Semarang, Selasa.

Ia menegaskan, "Janganlah mengartikannya Pemerintah membatasi kebebasan netizen. Hal ini tidak lain bertujuan agar kita menggunakannya dengan bertanggung jawab."

Gunawan mengemukakan hal itu ketika merespons tulisan komika Muhadkli alias Acho di blog pribadi maupun di akun "Twitter"-nya yang akhirnya berurusan dengan pihak berwajib terkait dengan dugaan pencemaran nama baik Apartemen Green Pramuka, tempat tinggal yang bersangkutan.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang itu mengutarakan bahwa literasi media digital atau yang populer dengan medsos (media sosial) sudah sangat mendesak.

Menurut dia, yang paling sederhana adalah menyosialisasikan bahwa medsos atau internet itu termasuk media massa.

Setidaknya, katanya lagi, medsos memiliki kekuatan, antara lain, pelipat ganda pengetahuan, menghilangkan jarak ruang dan waktu, mobilitas psikologis, pengaruh mendalam (deep impact), mudah melakukan kreasi (creativity), dan interaksi/komunikasi pararasional (tidak rasional).

Melihat kekuatan dan dampak yang terjadi bila warganet menyalahgunakannya, menurut Gunawan, tidak masalah penegak hukum menerapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU No. 32/2002 tentang Penyiaran, UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2016.

"Bahkan, bisa saja diterapkan UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta berbagai peraturan perundang-undangan di bawahnya," katanya lagi.

Ia menekankan bahwa pengguna, baik institusi maupun pribadi, termasuk pengguna akun ataupun kolumnis, tidak akan berurusan dengan etika dan hukum manakala apa yang mereka tulis atas dasar data dan referensi yang akurat. Selain itu, demi kepentingan banyak orang dan menghindari fitnah serta informasi yang menyesatkan.

Dalam bahasa hukum, lanjut dia, setiap UU yang telah diundangkan, masyarakat diharuskan untuk mengerti serta memahami. Namun, dari sisi bahasa komunikasi, berbagai sosialisasi terhadap berbagai UU, termasuk kemampuan media massa perlu dilakukan.

"Bila perlu bentuknya semacam sandiwara atau yang sekarang terkenal dengan istilah sinetron yang mendidik tetapi menarik," kata Gunawan.

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor :
Copyright © ANTARA 2024