Magelang, ANTARA JATENG - Budayawan Magelang Sutanto Mendut diundang ke Jepang untuk berbicara tentang Komunitas Lima Gunung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan festival tahunannya yang tanpa sponsor itu, dalam pertemuan para arsitektur di negara tersebut, 3 September 2017.

 "Pada pertemuan tahunan arsitektur Jepang yang tahun ini di Hiroshima nanti, saya diminta berbicara tentang manajemen Komunitas Lima Gunung tentang saujana Lima Gunung," kata Sutanto di sela pementasan Festival Lima Gunung XVI/2017 di kawasan Gunung Merbabu Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, di Magelang, Sabtu (29/7) malam.

Sutanto yang inspirator utama komunitas berbasis para seniman petani di kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh Kabupaten Magelang itu menjelaskan tentang pentingnya hadir dalam forum yang juga dihadiri para pembicara dari beberapa negara lainnya itu.
Setiap tahun, komunitas tersebut menyelenggarakan Festival Lima Gunung dengan tempat yang berpindah-pindah, sesuai dengan kesepakatan atau hasil musyawarah para petingginya.

Selain menggelar pementasan kesenian dan menjalani tradisi masing-masing desa, komunitas tersebut melalui jejaringnya juga berkesempatan pentas seni di sejumlah kota besar.

"Ada kekayaan kearifan desa yang terus dihidupi, masyarakat desa di Lima Gunung punya kekuatan berkebudayaan, dan menyikapi problem-problemnya," ujar Sutanto yang pernah dikenal sebagai Presiden Lima Gunung tersebut.

Ia mengemukakan bahwa kepentingan kalangan arsitektur bukan sebatas soal desain atau perancangan suatu bangunan, melainkan mereka juga membutuhkan informasi dan pemahaman yang menyeluruh tentang lingkungan dan lanscap budaya.

Rupanya, katanya, pihak penyelenggara mengamati juga tentang Komunitas Lima Gunung.

"Saya akan berbicara saujana Lima Gunung, bagaimana mengelola masyarakat desa dengan tradisi dan nilai-nilai budaya mereka untuk kehidupan sehari-hari," ucapnya.

Seorang pembicara lainnya dari Indonesia dalam pertemuan tersebut adalah pengajar arsitektur Universitas Taruma Negara Jakarta Titin Fatima yang asalnya dari salah satu desa di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang.

Titin yang telah meraih gelar doktor di Kyoto University pada tahun  2012 itu mengaku akan bersama Sutanto Mendut berbicara pada pertemuan tahunan ikatan para arsitektur Jepang tersebut tentang pelestarian lanskap kultur di Magelang.

"Diundang penyelenggara untuk presentasi pelestarian 'culture landscape' Borobudur dilihat dari komunitas dalam hal kesenian. Di sini ada komunitas lokal dengan satu tokoh (Sutanto, red.) di Lima Gunung, komunitas yang luar biasa," ucapnya setelah berbicara di panggung malam pementasan hari kedua FLG XVI (28 s.d. 30 Juli 2017) di kawasan Gunung Merbabu itu.

Ia juga menyebut luar biasa tentang Festival Lima Gunung yang telah mereka selenggarakan setiap tahun, yang pada 2017 sebagai tahun ke-16.

"Festival swadaya gabungan Komunitas Lima Gunung dengan geografis yang luas. Mereka kompak, ini spirit yang sulit ditemukan, perlu diangkat, yang bisa dibagikan di Hiroshima nanti. Komunitas dengan ekspresi dan kegiatan. Ada manfaat, bagaimana mereka (para insinyur, red.) mempunyai respek terhadap lingkungan. Ini penting untuk pelestarian budaya," katanya.

Ia menyebut panel diskusi tersebut tentang Cultural Landscape Concervation and Creative Activity Design diselenggarakan oleh subkomite perencanaan perdesaan ikatan arsiektur Jepang. Pertemuan mereka pada tanggal 31 Agustus s.d. 3 September 2017 di Hiroshima.

Peserta panel diskusi tersebut, ujarnya, kebanyakan kalangan akademisi bidang arsitektur se-Jepang. Forum itu menjadi ajang "update" progres penelitian di laboratorium-laboratorium mereka dan berbagai isu terkini.

"Saya diundang oleh Profesor Kiyoko Kanki dari Kyoto University. Dia dahulu pembimbing saya waktu di Kyoto dan sejak 2004 studi di Magelang untuk kultural lanskap Borobudur," ujarnya.

Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor :
Copyright © ANTARA 2024