Surabaya, ANTARA JATENG - Lima mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menciptakan kincir air tenaga
magnet (KTM) dengan konsep bebas energi guna meningkatkan produksi budi
daya udang.
Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Unair Hafit Ari Pratama di Surabaya, Rabu, menjelaskan latar belakang dilakukannya inovasi itu adalah pada pembudidayaan intensif, khususnya budi daya udang vannamei yang mempunyai masalah pada biaya operasional.
"Dalam satu siklus, biaya operasional mencapai puluhan juta rupiah per hektarenya. Biaya operasional tersebut selain masalah pakan juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam untuk aerasi," kata dia.
Selain penyediaan pakan dalam satu siklus, juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam sebagai aerasi yang relatif besar, menjadi ganjalan yang cukup signifikan dalam budi daya udang selama ini.
"Tanpa adanya kincir air sebagai aerasi, komoditas udang yang dibudidayakan bisa mengalami kelambatan tumbuh hingga kematian, yang disebabkan oleh rendahnya kelarutan oksigen dalam kolam dan tingginya pH," ujarnya.
Atas dasar itulah dirinya bersama keempat rekannya, yakni Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar, Irfan Mahbuby, Anisa Redhita Sari, dan Zakariya menciptakan kincir tenaga magnet dalam PKM mereka
Hafit mengatakan kincir tenaga magnet ini 40 persen lebih efisien walau energinya terus-menerus berputar dibanding kincir air biasa atau kincir listrik.
Selama ini, kincir air digerakkan menggunakan bahan bakar solar, di mana biayanya bisa mencapai 50 persen dari total biaya operasional.
Kincir air yang digerakkan dengan listrik juga masih memakan biaya yang relatif mahal, yakni hingga 30 persen dari biaya operasional.
"Listrik yang dikeluarkan pun harus memiliki daya cukup tinggi, sehingga efisiensinya dapat digolongkan masih rendah," tuturnya.
Hafit mengatakan cara pemakaian kincir tenaga magnet itu cukup mudah. Mula-mula kincir digerakkan dengan bantuan dinamo yang diputar oleh tenaga listrik dari aki.
Saat kincir air memutar itu terdapat GGL Induksi yang dihasilkan oleh perputaran magnet dalam piringan yang berbenturan dengan kumparan kawat pada kerangka KTM. GGL Induksi ini yang kemudian menghasilkan listrik dan disimpan pada aki.
"Selanjutnya aki akan memutar dinamo dengan energi listriknya, dan dinamo menggerakkan kincir, begitu seterusnya," kata Hafit.
Dirinya menjelaskan dalam konsep itu masih diperlukan optimasi lebih lanjut.
Selain itu konsep bebas energi yang ditawarkan masih belum optimal. Hal itu karena KTM tidak dapat terus berputar selamanya, tapi akan berhenti pada waktunya sehingga optimasi masih dibutuhkan untuk membuat KTM dapat berputar lebih lama seperti yang diharapkan.
Optimasi tersebut dilakukan dengan cara menambah magnet dan koil, sehingga energi yang disimpan dalam aki dapat lebih banyak.
Kelebihan dari KTM buatan mahasiswa FPK UNAIR tersebut, lebih ramah lingkungan dan dapat dioperasikan tanpa menggunakan daya yang besar.
Ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Unair Hafit Ari Pratama di Surabaya, Rabu, menjelaskan latar belakang dilakukannya inovasi itu adalah pada pembudidayaan intensif, khususnya budi daya udang vannamei yang mempunyai masalah pada biaya operasional.
"Dalam satu siklus, biaya operasional mencapai puluhan juta rupiah per hektarenya. Biaya operasional tersebut selain masalah pakan juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam untuk aerasi," kata dia.
Selain penyediaan pakan dalam satu siklus, juga biaya untuk menggerakkan kincir air di kolam sebagai aerasi yang relatif besar, menjadi ganjalan yang cukup signifikan dalam budi daya udang selama ini.
"Tanpa adanya kincir air sebagai aerasi, komoditas udang yang dibudidayakan bisa mengalami kelambatan tumbuh hingga kematian, yang disebabkan oleh rendahnya kelarutan oksigen dalam kolam dan tingginya pH," ujarnya.
Atas dasar itulah dirinya bersama keempat rekannya, yakni Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar, Irfan Mahbuby, Anisa Redhita Sari, dan Zakariya menciptakan kincir tenaga magnet dalam PKM mereka
Hafit mengatakan kincir tenaga magnet ini 40 persen lebih efisien walau energinya terus-menerus berputar dibanding kincir air biasa atau kincir listrik.
Selama ini, kincir air digerakkan menggunakan bahan bakar solar, di mana biayanya bisa mencapai 50 persen dari total biaya operasional.
Kincir air yang digerakkan dengan listrik juga masih memakan biaya yang relatif mahal, yakni hingga 30 persen dari biaya operasional.
"Listrik yang dikeluarkan pun harus memiliki daya cukup tinggi, sehingga efisiensinya dapat digolongkan masih rendah," tuturnya.
Hafit mengatakan cara pemakaian kincir tenaga magnet itu cukup mudah. Mula-mula kincir digerakkan dengan bantuan dinamo yang diputar oleh tenaga listrik dari aki.
Saat kincir air memutar itu terdapat GGL Induksi yang dihasilkan oleh perputaran magnet dalam piringan yang berbenturan dengan kumparan kawat pada kerangka KTM. GGL Induksi ini yang kemudian menghasilkan listrik dan disimpan pada aki.
"Selanjutnya aki akan memutar dinamo dengan energi listriknya, dan dinamo menggerakkan kincir, begitu seterusnya," kata Hafit.
Dirinya menjelaskan dalam konsep itu masih diperlukan optimasi lebih lanjut.
Selain itu konsep bebas energi yang ditawarkan masih belum optimal. Hal itu karena KTM tidak dapat terus berputar selamanya, tapi akan berhenti pada waktunya sehingga optimasi masih dibutuhkan untuk membuat KTM dapat berputar lebih lama seperti yang diharapkan.
Optimasi tersebut dilakukan dengan cara menambah magnet dan koil, sehingga energi yang disimpan dalam aki dapat lebih banyak.
Kelebihan dari KTM buatan mahasiswa FPK UNAIR tersebut, lebih ramah lingkungan dan dapat dioperasikan tanpa menggunakan daya yang besar.