Semarang, ANTARA JATENG - Nina Puspitasari, ajudan Bupati Nonaktif Klaten Sri Hartini mengungkapkan pemberian uang suap berkaitan dengan promosi jabatan atau yang lazim disebut dengan uang syukuran sudah menjadi rahasia umum di kabupaten tersebut.
Hal tersebut disampaikan Nina Puspitasari saat menjadi saksi dalam sidang suap promosi jabatan dengan terdakwa Sri Hartini di Pengadilan Tipikor Semarang di Semarang, Senin.
"Sudah jadi rahasia umum. Sudah kebiasaan, semua harus pakai uang syukuran," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Wididjanto tersebut.
Ia mengaku diperintahkan untuk mengurusi masalah jika ada PNS yang ingin dipromosikan pada jabatan tertentu.
Para pegawai tersebut, lanjut dia, datang menemuinya untuk meminta tolong agar bisa menempati jabatan tertentu.
Menurut dia, tidak ada perintah langsung dari bupati untuk menerima uang dari pegawai yang ingin dipromosikan.
Meski demikian, lanjut dia, karena sudah menjadi kebiasaan, tiap pegawai yang meminta batuan untuk dipromosikan selalu memberikan sejumlah uang yang disebut sebagai uang syukuran.
Besaran uang syukuran sendiri bervariasi, tergantung pada jabatan atau golongan yang akan ditempati.
Dalam penentuan jabatan itu sendiri, terdapat pula posisi yang dinilai "basah" sehingga besaran uang syukuran yang diberikan harus lebih besar.
"Untuk posisi di Dinas PU dan Bagian Perekonomian, diminta dibedakan besarannya," kata asisten Sri Hartini yang kini dimutasi sebagai staf kecamatan itu.
Saksi mengatakan bahwa syarat untuk memberikan sejumlah uang berkaitan dengan promosi jabatan tersebut sudah lama terjadi. Bahkan, dari informasi yang diperoleh praktik itu sedah terjadi sejak terdakwa Sri Hartini menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten.
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum KPK memanggil 19 saksi untuk dimintai keterangannya.
Hal tersebut disampaikan Nina Puspitasari saat menjadi saksi dalam sidang suap promosi jabatan dengan terdakwa Sri Hartini di Pengadilan Tipikor Semarang di Semarang, Senin.
"Sudah jadi rahasia umum. Sudah kebiasaan, semua harus pakai uang syukuran," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Wididjanto tersebut.
Ia mengaku diperintahkan untuk mengurusi masalah jika ada PNS yang ingin dipromosikan pada jabatan tertentu.
Para pegawai tersebut, lanjut dia, datang menemuinya untuk meminta tolong agar bisa menempati jabatan tertentu.
Menurut dia, tidak ada perintah langsung dari bupati untuk menerima uang dari pegawai yang ingin dipromosikan.
Meski demikian, lanjut dia, karena sudah menjadi kebiasaan, tiap pegawai yang meminta batuan untuk dipromosikan selalu memberikan sejumlah uang yang disebut sebagai uang syukuran.
Besaran uang syukuran sendiri bervariasi, tergantung pada jabatan atau golongan yang akan ditempati.
Dalam penentuan jabatan itu sendiri, terdapat pula posisi yang dinilai "basah" sehingga besaran uang syukuran yang diberikan harus lebih besar.
"Untuk posisi di Dinas PU dan Bagian Perekonomian, diminta dibedakan besarannya," kata asisten Sri Hartini yang kini dimutasi sebagai staf kecamatan itu.
Saksi mengatakan bahwa syarat untuk memberikan sejumlah uang berkaitan dengan promosi jabatan tersebut sudah lama terjadi. Bahkan, dari informasi yang diperoleh praktik itu sedah terjadi sejak terdakwa Sri Hartini menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten.
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum KPK memanggil 19 saksi untuk dimintai keterangannya.