Purwokerto, 31/5 (Antara) - Penyakit reproduksi sapi menjadi tantangan tersendiri bagi program Upaya Khusus Sapi/Kerbau Induk Wajib Bunting (Upsus Siwab), kata Ketua Jurusan Produksi Ternak, Universitas Jenderal Soedirman, Elly Tugiyanti.

"Karena itu, penanganan penyakit reproduksi sapi dan kerbau perlu dilakukan secara tepat dan cepat," kata Elly Tugiyanti di Purwokerto, Rabu.

Dia mendorong dilakukannya pemeriksaan menyeluruh terhadap sapi atau kerbau yang sulit bunting.

"Bagi sapi atau kerbau yang telah beberapa kali di inseminasi buatan atau kawin tetapi tidak bunting-bunting maka secepatnya diperiksa agar dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yaitu pengobatan atau diganti dengan betina produktif," katanya.

Tujuannya, kata dia, agar jumlah betina produktif di daerah tertentu tidak mengalami penurunan, untuk itu proses tersebut perlu melibatkan banyak pihak.

"Program ini perlu melibatkan peternak, masyarakat, mahasiswa fakultas peternakan terutama untuk proses tertentu," katanya.

Proses dimaksud yakni penanaman rumput, alih teknologi, terutama pengawetan hijauan, dan pencegahan penyakit reproduksi ternak.

Dia juga mendorong penyusunan data yang akurat dan rinci terkait riwayat ternak sapi atau kerbau.

"Data yang dimaksud misalnya kapan betina bunting terakhir di inseminasi buatan dan berapa kali inseminasi buatan dilakukan sampai sapi atau kerbau betina tersebut bunting," katanya.

Sebelumnya, Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Banyumas Didi Rudwiyanto mengatakan, Banyumas menargetkan 4.200 sapi bunting melalui inseminasi buatan.

Dalam Upsus Siwab di Kabupaten Banyumas, kata dia, dilakukan inseminasi buatan terhadap 6.000 ekor sapi/kerbau dan diharapkan menghasilkan kebuntingan sebanyak 4.200 ekor sapi.



Pewarta : Wuryanti Puspitasari
Editor :
Copyright © ANTARA 2024