Jakarta, ANTARA JATENG - Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada
(UGM) bekerja sama dengan Fakultas Peternakan Universitas Mataram
(Unram) menemukan pakan penurun tingkat kolesterol daging sapi.
"Hasil penelitian di Fapet UGM dan Fapet Unram menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi pakan KBK dicampur dengan jerami jagung, mempunyai rata-rata kandungan kadar kolesterol 62,5 mg/100g," kata Peneliti Senior Fakultas Peternakan UGM Edi Suryanto, PhD dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia memaparkan, pakan penurun tingkat kolesterol tersebut adalah kulit buah kakao yang banyak ditemukan di sekitar lingkungan peternak, dan dicampur dengan jerami jagung sebagai pakan utama sapi.
Menurut Edi Suryanto, secara umum sapi Bali yang pakan utamanya tidak dicampur dengan kulit buah kakao mempunyai rata-rata kandungan kadar kolesterol 80-100 mg/100g.
Karena itu, ujar dia, menurunnya tingkat kolesterol daging sapi dipastikan akan menurunkan konsumsi daging berkolesterol tinggi bagi masyarakat yang mengkonsumsi daging tersebut.
"Memasuki Bulan Ramadhan biasanya masyarakat mengkonsumsi daging sapi cukup banyak. Karena itu, sangat perlu diperhatikan kadar kolesterol yang dikandung dalam daging sapi, supaya tetap sehat dan bugar selama saat menjalankan ibadah puasa," ucapnya.
Ia juga mengemukakan, dampak lain pencampuran kulit buah kakao ke dalam pakan ternak sapi juga menghasilkan beberapa kelebihan. Pertama, kandungan karkas (daging dan tulang) tercatat sebesar 52,4 persen. Kedua, area mata rusuk atau "rib eye area" daging sapi seluas 58,6 centimeter persegi.
Untuk mencapai hasil penurunan kolesterol yang maksimal, lanjutnya, kulit buah kakao perlu difermentasi sehingga meningkatkan kualitas dan kecernaan KBK jadi dapat dikonsumsi sapi secara optimal.
Meski demikian, ia mengakui saat ini pakan ternak selalu kurang atau langka di musim kemarau, sementara produksi kulit buah kakao sangat melimpah di Indonesia dan dapat diberikan pada sapi untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi, sehingga sapi dapat tumbuh dan memproduksi daging yang optimal dan rendah kolesterol.
"Oleh karena itu, kulit buah kakao perlu diproses dan disosialisasikan pada peternak untuk menjadi pakan sapi. Integrasi antara peternakan sapi dan perkebunan kakao perlu dilakukan sehingga integrasi dan kolaborasi bidang peternakan dan perkebunan dapat menjadi solusi kekurangan pakan di musim kemarau," jelasnya.
Edi menambahkan, peternakan sapi akan menjadi lebih bergairah dan dapat menopang pemerintah dalam rangka swasembada daging di dalam negeri.
Penelitian itu diharapkan dapat berkontribusi positif bagi peternak di Indonesia khususnya untuk meningkatkan kualitas daging sapi sekaligus memanfaatkan kondisi kekurangan pakan di musim kemarau.
"Hasil penelitian di Fapet UGM dan Fapet Unram menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi pakan KBK dicampur dengan jerami jagung, mempunyai rata-rata kandungan kadar kolesterol 62,5 mg/100g," kata Peneliti Senior Fakultas Peternakan UGM Edi Suryanto, PhD dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia memaparkan, pakan penurun tingkat kolesterol tersebut adalah kulit buah kakao yang banyak ditemukan di sekitar lingkungan peternak, dan dicampur dengan jerami jagung sebagai pakan utama sapi.
Menurut Edi Suryanto, secara umum sapi Bali yang pakan utamanya tidak dicampur dengan kulit buah kakao mempunyai rata-rata kandungan kadar kolesterol 80-100 mg/100g.
Karena itu, ujar dia, menurunnya tingkat kolesterol daging sapi dipastikan akan menurunkan konsumsi daging berkolesterol tinggi bagi masyarakat yang mengkonsumsi daging tersebut.
"Memasuki Bulan Ramadhan biasanya masyarakat mengkonsumsi daging sapi cukup banyak. Karena itu, sangat perlu diperhatikan kadar kolesterol yang dikandung dalam daging sapi, supaya tetap sehat dan bugar selama saat menjalankan ibadah puasa," ucapnya.
Ia juga mengemukakan, dampak lain pencampuran kulit buah kakao ke dalam pakan ternak sapi juga menghasilkan beberapa kelebihan. Pertama, kandungan karkas (daging dan tulang) tercatat sebesar 52,4 persen. Kedua, area mata rusuk atau "rib eye area" daging sapi seluas 58,6 centimeter persegi.
Untuk mencapai hasil penurunan kolesterol yang maksimal, lanjutnya, kulit buah kakao perlu difermentasi sehingga meningkatkan kualitas dan kecernaan KBK jadi dapat dikonsumsi sapi secara optimal.
Meski demikian, ia mengakui saat ini pakan ternak selalu kurang atau langka di musim kemarau, sementara produksi kulit buah kakao sangat melimpah di Indonesia dan dapat diberikan pada sapi untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi, sehingga sapi dapat tumbuh dan memproduksi daging yang optimal dan rendah kolesterol.
"Oleh karena itu, kulit buah kakao perlu diproses dan disosialisasikan pada peternak untuk menjadi pakan sapi. Integrasi antara peternakan sapi dan perkebunan kakao perlu dilakukan sehingga integrasi dan kolaborasi bidang peternakan dan perkebunan dapat menjadi solusi kekurangan pakan di musim kemarau," jelasnya.
Edi menambahkan, peternakan sapi akan menjadi lebih bergairah dan dapat menopang pemerintah dalam rangka swasembada daging di dalam negeri.
Penelitian itu diharapkan dapat berkontribusi positif bagi peternak di Indonesia khususnya untuk meningkatkan kualitas daging sapi sekaligus memanfaatkan kondisi kekurangan pakan di musim kemarau.