Semarang, ANTARA JATENG- Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir menegaskan larangan untuk masuk kampus adalah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) secara kelembagaan, bukan individu.
"Saya sudah konfirmasi ke Universitas Andalas. Yang dilarang bukan mahasiswa yang masuk, melainkan lembaganya (LGBT, red.)," katanya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu.
Hal itu diungkapkan mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro Semarang (Undip) itu menanggapi beredarnya formulir pernyataan tidak termasuk LGBT dari Universitas Andalas kepada calon mahasiswa yang lulus SNMPTN.
Nasir menjelaskan secara individu tidak ada larangan dari Universitas Andalas terhadap mahasiswa karena merupakan hak asasi manusia (HAM), tetapi jika lembaga LGBT yang masuk kampus memang tidak diperbolehkan.
"Secara individu, silakan karena itu HAM. Akan tetapi, lembaga yang masuk itu yang tidak boleh. Ini yang menjadi sangat penting, kelembagaannya," kata Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip itu.
Menurut dia, kampus secara fungsi merupakan lembaga untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik, bukan tempat untuk melakukan percintaan, apalagi sesama jenis karena ada norma-norma yang harus dipegang teguh.
"`Making love` di kampus, itu yang tidak boleh. Kampus adalah tempat untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik," tegas Nasir.
Sebelumnya, beredarnya formulir melalui media sosial mengenai surat pernyataan dari Universitas Andalas mengenai penolakan LGBT itu juga telah memantik beragam reaksi, baik yang mendukung maupun menolak.
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat mendukung kebijakan Unand yang mewajibkan calon mahasiswanya bebas dari LGBT, termasuk pula dari Majelis Ulama Indonesia Sumbar, dan Gubenur Sumbar Irwan prayitno.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan bahwa setiap orang berhak mengenyam pendidikan, tetapi tidak bisa dengan cara mengabaikan nilai-nilai sosial yang dipercayai masyarakat dan mahasiswa Unand juga berhak merasa aman dari penyimpangan sosial.
Penolakan atas kebijakan pelarangan LGBT dari Unand itu juga muncul, seperti dari Komisi Nasional HAM Sumbar dan LBH Padang karena merupakan bentuk diskriminasi yang bisa melanggar HAM jika dipaksakan.
"Saya sudah konfirmasi ke Universitas Andalas. Yang dilarang bukan mahasiswa yang masuk, melainkan lembaganya (LGBT, red.)," katanya usai menyampaikan kuliah umum di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu.
Hal itu diungkapkan mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro Semarang (Undip) itu menanggapi beredarnya formulir pernyataan tidak termasuk LGBT dari Universitas Andalas kepada calon mahasiswa yang lulus SNMPTN.
Nasir menjelaskan secara individu tidak ada larangan dari Universitas Andalas terhadap mahasiswa karena merupakan hak asasi manusia (HAM), tetapi jika lembaga LGBT yang masuk kampus memang tidak diperbolehkan.
"Secara individu, silakan karena itu HAM. Akan tetapi, lembaga yang masuk itu yang tidak boleh. Ini yang menjadi sangat penting, kelembagaannya," kata Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Undip itu.
Menurut dia, kampus secara fungsi merupakan lembaga untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik, bukan tempat untuk melakukan percintaan, apalagi sesama jenis karena ada norma-norma yang harus dipegang teguh.
"`Making love` di kampus, itu yang tidak boleh. Kampus adalah tempat untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik," tegas Nasir.
Sebelumnya, beredarnya formulir melalui media sosial mengenai surat pernyataan dari Universitas Andalas mengenai penolakan LGBT itu juga telah memantik beragam reaksi, baik yang mendukung maupun menolak.
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat mendukung kebijakan Unand yang mewajibkan calon mahasiswanya bebas dari LGBT, termasuk pula dari Majelis Ulama Indonesia Sumbar, dan Gubenur Sumbar Irwan prayitno.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan bahwa setiap orang berhak mengenyam pendidikan, tetapi tidak bisa dengan cara mengabaikan nilai-nilai sosial yang dipercayai masyarakat dan mahasiswa Unand juga berhak merasa aman dari penyimpangan sosial.
Penolakan atas kebijakan pelarangan LGBT dari Unand itu juga muncul, seperti dari Komisi Nasional HAM Sumbar dan LBH Padang karena merupakan bentuk diskriminasi yang bisa melanggar HAM jika dipaksakan.