Jakarta (ANTARA News) - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M
Nazaruddin menyebutkan bahwa pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong
berperan mengkomunikasikan soal pengawalan anggaran proyek KTP
Elektronik kepada teman-teman di DPR.
"Pak Ignatius sama Bu Mustoko cerita bahwa nanti yang mengawal anggaran ini di Kemendagri dan untuk mengkomunikasikan ke teman-teman di DPR ada pengusahanya, yaitu Pak Andi Agustinus saya manggilnya Pak Andi terus Pak Andi dibawa ke Fraksi Partai Demokrat di lantai 9," kata Nazaruddin saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang kasus proyek pengadaan KTP-e di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin.
Menurut Nazaruddin, Andi Agustinus menjelaskan bahwa dia sudah lama menjadi rekanan di Kementerian Dalam Negeri.
"Dia juga menjelaskan proyek-proyek apa saja yang sudah dilakukannya di Kemendagri jauh sebelum ini terus dia meyakinkan Mas Anas bahwa dia sanggup untuk melaksanakan proyek KTP-e ini," tuturnya.
Namun, kata dia, proyek e-KTP ini bisa berjalan apabila ada anggarannya dan didukung programnya oleh pemerintah dan DPR.
"Setelah itu kesepakatannya waktu itu dibuat untuk pertemuan dengan Kemendagri waktu itu diwakili oleh Sekjen Bu Diah Anggraini setelah itu waktu ketemu Bu Diah cerita panjang lebar bahwa prinsipnya program KTP-e didukung dan sangat perlu untuk program perbaikan banyak hal untuk pemerintahan ke depan baik itu program bantuan sosial dan monitoring tentang kependudukan," tuturnya.
Dalam dakwaan disebut bahwa mantan Ketua Fraksi Demokrat di DPR Anas Urbaningrum menerima 5,5 juta dolar AS dan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini menerima 2,7 juta dolar AS dan Rp22,5 juta terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Sementara mantan anggota Komisi II DPR dari Partai Golkar Mustoko Weni menerima 408 ribu dolar AS dan mantan anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat Ignatius Mulyono menerima 258 ribu dolar AS.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun.
"Pak Ignatius sama Bu Mustoko cerita bahwa nanti yang mengawal anggaran ini di Kemendagri dan untuk mengkomunikasikan ke teman-teman di DPR ada pengusahanya, yaitu Pak Andi Agustinus saya manggilnya Pak Andi terus Pak Andi dibawa ke Fraksi Partai Demokrat di lantai 9," kata Nazaruddin saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang kasus proyek pengadaan KTP-e di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin.
Menurut Nazaruddin, Andi Agustinus menjelaskan bahwa dia sudah lama menjadi rekanan di Kementerian Dalam Negeri.
"Dia juga menjelaskan proyek-proyek apa saja yang sudah dilakukannya di Kemendagri jauh sebelum ini terus dia meyakinkan Mas Anas bahwa dia sanggup untuk melaksanakan proyek KTP-e ini," tuturnya.
Namun, kata dia, proyek e-KTP ini bisa berjalan apabila ada anggarannya dan didukung programnya oleh pemerintah dan DPR.
"Setelah itu kesepakatannya waktu itu dibuat untuk pertemuan dengan Kemendagri waktu itu diwakili oleh Sekjen Bu Diah Anggraini setelah itu waktu ketemu Bu Diah cerita panjang lebar bahwa prinsipnya program KTP-e didukung dan sangat perlu untuk program perbaikan banyak hal untuk pemerintahan ke depan baik itu program bantuan sosial dan monitoring tentang kependudukan," tuturnya.
Dalam dakwaan disebut bahwa mantan Ketua Fraksi Demokrat di DPR Anas Urbaningrum menerima 5,5 juta dolar AS dan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini menerima 2,7 juta dolar AS dan Rp22,5 juta terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Sementara mantan anggota Komisi II DPR dari Partai Golkar Mustoko Weni menerima 408 ribu dolar AS dan mantan anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrat Ignatius Mulyono menerima 258 ribu dolar AS.
Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun.