Temanggung, 25/3 (Antara) - Sebanyak 30 petani di Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, mengikuti sekolah lapang iklim tahap ketiga di Desa Soropadan yang diselenggarakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Dengan mengikuti sekolah lapang iklim ini, petani bisa memahami informasi iklim dan menekan kegagalan panen, kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG R. Mulyono Rahadi Prabowo di Temanggung, Sabtu.
"Kami harapkan dengan adanya pemahaman informasi iklim, kegagalan panen menjadi berkurang," ujaranya.
Berdasarkan pengalaman sejak 2011, kata dia, para petani yang ikut sekolah lapang iklim mempunyai pengetahuan informasi iklim, ada peningkatan antara 40 dan 70 persen.
Dengan mempunyai pengetahuan informasi iklim tersebut, lanjut dia, dari sisi produksi pertanian rata-rata naik 20 s.d. 30 persen dari rata-rata daerah.
Menurut dia, iklim antara daerah bervariasi antara ruang dan waktu, artinya di satu kabupaten pun tidak selalu memiliki iklim yang sama persis. Misalnya, di Temanggung dengan kontur pegunungan, itu secara ruang akan berbeda antara lereng sebelah timur dan barat, termasuk komoditas pertanian yang ditanam akan berbeda.
Secara waktu dari tahun ke tahun, misalnya 2015, umumnya iklim lebih kering dibanding 2016. Pada tahun 2017, diprediksi relatif normal.
Kepala Stasiun Klimatologi Semarang Tuban Wiyoso menuturkan bahwa tujuan dari kegiatan sekolah lapang iklim tahap ketiga adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan informasi iklim di wilayah kerja guna melakukan antisipasi dampak fenomena iklim ekstrem.
Selain itu, melakukan adaptasi terhadap usaha pertanian apabila terjadi iklim ekstrem, seperti banjir dan kekeringan.
Bupati Temanggung Bambang Sukarno menyambut baik adanya sekolah lapang iklim yang digelar BMKG sebab sangat menunjang sektor pertanian.
Para petani harus memiliki ilmu dalam bidang iklim supaya hasil panen baik dengan pola tanam sesuai dengan prakiraan musim.
"Saya harap peserta sekolah lapang serius mengikuti kegiatan ini karena penting dan ilmunya sangat bermanfaat," katanya.
Dengan mengikuti sekolah lapang iklim ini, petani bisa memahami informasi iklim dan menekan kegagalan panen, kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG R. Mulyono Rahadi Prabowo di Temanggung, Sabtu.
"Kami harapkan dengan adanya pemahaman informasi iklim, kegagalan panen menjadi berkurang," ujaranya.
Berdasarkan pengalaman sejak 2011, kata dia, para petani yang ikut sekolah lapang iklim mempunyai pengetahuan informasi iklim, ada peningkatan antara 40 dan 70 persen.
Dengan mempunyai pengetahuan informasi iklim tersebut, lanjut dia, dari sisi produksi pertanian rata-rata naik 20 s.d. 30 persen dari rata-rata daerah.
Menurut dia, iklim antara daerah bervariasi antara ruang dan waktu, artinya di satu kabupaten pun tidak selalu memiliki iklim yang sama persis. Misalnya, di Temanggung dengan kontur pegunungan, itu secara ruang akan berbeda antara lereng sebelah timur dan barat, termasuk komoditas pertanian yang ditanam akan berbeda.
Secara waktu dari tahun ke tahun, misalnya 2015, umumnya iklim lebih kering dibanding 2016. Pada tahun 2017, diprediksi relatif normal.
Kepala Stasiun Klimatologi Semarang Tuban Wiyoso menuturkan bahwa tujuan dari kegiatan sekolah lapang iklim tahap ketiga adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan informasi iklim di wilayah kerja guna melakukan antisipasi dampak fenomena iklim ekstrem.
Selain itu, melakukan adaptasi terhadap usaha pertanian apabila terjadi iklim ekstrem, seperti banjir dan kekeringan.
Bupati Temanggung Bambang Sukarno menyambut baik adanya sekolah lapang iklim yang digelar BMKG sebab sangat menunjang sektor pertanian.
Para petani harus memiliki ilmu dalam bidang iklim supaya hasil panen baik dengan pola tanam sesuai dengan prakiraan musim.
"Saya harap peserta sekolah lapang serius mengikuti kegiatan ini karena penting dan ilmunya sangat bermanfaat," katanya.