Jakarta, ANTARA JATENG - Ketua Institute for Democracy through Science and Technology (IDST) di The Habibie Center, Ilham Habibie, berharap Facebook memiliki filter untuk menyaring berita palsu atau hoax yang masuk ke platform media sosial tersebut.
"Kita baru masuk di dunia digital, banyak sekali perkembangan yang harus kita perhatikan," kata Ilham yang ditemui di diskusi Tech Talk, Selasa.
"Di Jerman mereka sudah diwajibkan untuk pasang filter untuk fake news. Jadi bukan kita andalkan pada peran hoax buster tapi provider atau perusahaan OTT kaya Facebook diwajibkan oleh pemerintah Jerman untuk pasang filter, karena kalau mengandalkan pada warga tidak handal," jelas putra dari Presiden Indonesia ke-tiga B.J Habibie itu.
Ia mengatakan Facebook selama ini mengklaim sebagai perusahaan berbasis IT, padahal mereka berkarakter seperti perusahaan media.
Proses informasi yang beredar di platform media tersebut memang berbeda dengan media jurnalistik, namun informasi yang beredar dari sana memiliki efek yang sama besarnya, atau mungkin lebih besar dari media konvensional.
Menyediakan filter untuk informasi yang masuk, menurut Ilham, merupakan tanggung jawab perusahaan tersebut.
Penyaring tersebut dapat berupa divisi tersendiri atau bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki spesialisasi di bidang tersebut.
Ia menilai perlu ada profesionalisasi dalam bidang filter konten negatif, misalnya ada perusahaan yang ahli dalam bidang itu.
Ilham optimistis Indonesia bisa bergerak dalam inovasi filter karena banyak penduduk berusia di bawah 40 dan relatif melek teknologi.
Selama ini, penyaringan berita berpotensi palsu dilakukan secara manual oleh hoax busters, orang-orang yang berupaya menangkal berita palsu dengan memberikan informasi yang terverifikasi.
Ilham berharap di masa mendatang ada artificial intelligent (AI) untuk menyaring berita bohong.
Perangkat lunak tersebut, lanjut dia, secara aktif akan mencari informasi yang berkarakteristik hoax.
"Kita baru masuk di dunia digital, banyak sekali perkembangan yang harus kita perhatikan," kata Ilham yang ditemui di diskusi Tech Talk, Selasa.
"Di Jerman mereka sudah diwajibkan untuk pasang filter untuk fake news. Jadi bukan kita andalkan pada peran hoax buster tapi provider atau perusahaan OTT kaya Facebook diwajibkan oleh pemerintah Jerman untuk pasang filter, karena kalau mengandalkan pada warga tidak handal," jelas putra dari Presiden Indonesia ke-tiga B.J Habibie itu.
Ia mengatakan Facebook selama ini mengklaim sebagai perusahaan berbasis IT, padahal mereka berkarakter seperti perusahaan media.
Proses informasi yang beredar di platform media tersebut memang berbeda dengan media jurnalistik, namun informasi yang beredar dari sana memiliki efek yang sama besarnya, atau mungkin lebih besar dari media konvensional.
Menyediakan filter untuk informasi yang masuk, menurut Ilham, merupakan tanggung jawab perusahaan tersebut.
Penyaring tersebut dapat berupa divisi tersendiri atau bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki spesialisasi di bidang tersebut.
Ia menilai perlu ada profesionalisasi dalam bidang filter konten negatif, misalnya ada perusahaan yang ahli dalam bidang itu.
Ilham optimistis Indonesia bisa bergerak dalam inovasi filter karena banyak penduduk berusia di bawah 40 dan relatif melek teknologi.
Selama ini, penyaringan berita berpotensi palsu dilakukan secara manual oleh hoax busters, orang-orang yang berupaya menangkal berita palsu dengan memberikan informasi yang terverifikasi.
Ilham berharap di masa mendatang ada artificial intelligent (AI) untuk menyaring berita bohong.
Perangkat lunak tersebut, lanjut dia, secara aktif akan mencari informasi yang berkarakteristik hoax.