Purwokerto, ANTARA JATENG - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bakal mengintensifkan kerja sama dengan unit intelijen keuangan negara lain dalam mengungkap kasus penyuapan yang dilakukan warga negara Indonesia di luar negeri.

"Ke depan, kami akan mengintensifkan kerja sama dengan 'financial intelligence unit' (unit intelijen keuangan) negara lain agar bisa mengungkap kasus penyuapan yang dilakukan di luar negeri dan mengembalikan uang-uang hasil korupsi ke negara kita," kata Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.

Dian mengatakan hal itu kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) "Urgensi Strategi Nasional dan Aliansi Segenap Elemen Bangsa Dalam Rangka Mendukung Ekonomi Nasional di Era Ekonomi Digital" yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto di Kamandaka Room, Hotel Aston Imperium, Purwokerto.

Menurut dia, pihaknya juga sedang mendorong forum-forum internasional untuk membicarakan hal tersebut sehingga tidak lagi tergantung pada pendekatan yang selama ini dilakukan seperti harus dinyatakan bersalah dulu atau ada keputusan hukum yang mengikat.

"Kami mengupayakan kerja sama internasional untuk melakukan penyergapan lebih cepat," tegasnya.

Saat ditanya mengenai kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ¿mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dari PT Rolls Royce, dia mengatakan seperti yang dijelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hal itu memang hasil kerja sama dengan PPATK yang sudah cukup lama mendeteksinya.

Menurut dia, pihaknya juga bekerja sama dengan unit intelijen keuangan negara lain dalam mengungkap kasus tersebut.

"Kami sudah cukup lama tahu ada yang janggal, harus ditelusuri lebih lanjut dan kami bekerja sama dengan 'financial intelligence unit' negara lain. Ke depan, ini salah satu yang kita tekankan," katanya.

Dian mengatakan pihaknya sudah lama mengendus modus untuk melakukan penyuapan di luar negeri dengan menggunakan rekening bank di luar negeri.

"Kami mendeteksi banyak sekali uang yang tidak beres di luar negeri," katanya.

Terkait aliran dana dalam kasus tersebut, dia mengatakan aliran uang-uang itu sebenarnya terdeteksi oleh sistem namun nanti KPK yang akan memberikan keterangan.

"Walaupun 'cash' (tunai) masih bisa dimonitor penarikan-penarikan tunainya,
nanti KPK akan memberikan keterangan lebih lanjut, tetapi intinya seluruh transaksi itu sudah terdeteksi dengan siapa saja dan sebagainya," kata Dian.

Disinggung mengenai dugaan aliran dana dari Bahrul Naim dalam kasus terorisme, dia mengatakan pihaknya selama ini telah bekerja sama dengan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia khususnya Detasemen Khusus 88/Antiteror.

Dalam konteks itu, kata dia, pihaknya lebih banyak mendukung karena pekerjaan PPATK adalah intelijen keuangan sehingga yang paling berwenang memberi keterangan dan menindak adalah Densus 88 dalam konteks terorisme.

"Cuma saja kami harus lebih waspada saja ke depan bahwa segala kemungkinan modus dan pola akan sangat berkembang termasuk pemanfaatan fintech (financial technologi)," katanya.

Menurut dia, hasil-hasil inovasi keuangan baru akan dimanfaatkan untuk tujuan negatif dan sudah dideteksi di mana saja kemungkinan-kemungkinan itu timbul.

Lebih lanjut, Dian mengatakan terorisme hingga sekarang masih menjadi persoalan bagi bangsa Indonesia.

"Tentu saja tanggung jawab kita untuk melindungi rakyat kita dari bahaya-bahaya seperti ini (terorisme, red.) Itulah sebabnya PPATK membentuk 'desk' khusus, karena kami betul-betul ingin memahami A-Z persoalan terorisme ini ke depannya sehingga dapat melakukan langkah-langkah yang lebih komprehensif melalui berkoordinasi dengan yang lebih berwenang," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024