Boyolali, Antara Jateng - Kelompok Tani Aspakusa Makmur di Boyolali mengajak petani meningkatkan pendapatan dengan menanam berbagai jenis sayuran sesuai dengan standar yang diinginkan pasar.
"Kami ajak petani menanam dengan standar tertentu dan jenis komoditas yang tidak umum," kata Manager Produksi Kelompok Tani Aspakusa Makmur Pujiastuti saat dihubungi dari Semarang, Jumat.
Ia mencontohkan salah satu syarat yang harus dipatuhi, yakni komoditas yang ditanam kelompok tani di Desa Teras, Boyolali, Jawa Tengah itu, dari penggunaan pestisida terhadap tanaman.
Tim Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) Jateng, kata dia, memantau dan mengecek secara langsung komoditas yang dihasilkan sehingga sesuai yang diinginkan oleh pasar.
"Ada pula komoditas tanaman yang tidak umum, namun sebenarnya banyak dicari, seperti bayam merah, selada keriting merah, asparagus, dan sebagainya. Para petani diminta menanam itu," katanya.
Bahkan, kata dia, nama Aspakusa sebenarnya merupakan singkatan dari asparagus, (bunga) kucai, dan sayuran yang saat ini beranggotakan sekitar 247 petani yang menghasilkan rata-rata 1 ton/hari.
Aspakusa Makmur, kata dia, saat ini menjadi penyuplai tetap komoditas sayuran di 23 supermarket yang ada di Solo, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya dengan raupan omzet sekitar Rp300 juta/bulan.
Pujiastuti menyebutkan setidaknya ada tiga armada yang selalu bergerak mendistribusikan sayuran ke berbagai kota dan sudah dilengkapi dengan "cooling room" untuk menjaga kesegaran komoditas.
"Ada 85 lebih komoditas sayuran yang kami kembangkan. Kami juga terus mencari kalau ada komoditas baru yang ternyata sangat diminati dan dibutuhkan sehingga akan coba dibudidayakan," katanya.
Dengan model manajemen seperti itu, kata dia, petani bisa belajar menanam berbagai jenis komoditas sayuran dan bisa membandingkan keuntungannya dibandingkan dengan menanam seperti biasanya.
Di dalam kelompok tani itu, lanjut dia, petani memang tidak dituntut menanam dalam jumlah besar, melainkan di lahan minimal 1.000 meter persegi yang diatur agar kebutuhan pasar selalu terpenuhi.
Kelompok tani itu juga baru saja mendapatkan hibah sistem penyimpanan produk pertanian berteknologi ozon dari Universitas Diponegoro Semarang yang membuat daya tahan komoditas lebih lama.
"Kami bersyukur karena bisa semakin menunjang produksi pertanian dari kami. Sebab, daya tahan produk lebih lama dan kualitas sayuran tentunya semakin terjamin," pungkas Pujiastuti.
"Kami ajak petani menanam dengan standar tertentu dan jenis komoditas yang tidak umum," kata Manager Produksi Kelompok Tani Aspakusa Makmur Pujiastuti saat dihubungi dari Semarang, Jumat.
Ia mencontohkan salah satu syarat yang harus dipatuhi, yakni komoditas yang ditanam kelompok tani di Desa Teras, Boyolali, Jawa Tengah itu, dari penggunaan pestisida terhadap tanaman.
Tim Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) Jateng, kata dia, memantau dan mengecek secara langsung komoditas yang dihasilkan sehingga sesuai yang diinginkan oleh pasar.
"Ada pula komoditas tanaman yang tidak umum, namun sebenarnya banyak dicari, seperti bayam merah, selada keriting merah, asparagus, dan sebagainya. Para petani diminta menanam itu," katanya.
Bahkan, kata dia, nama Aspakusa sebenarnya merupakan singkatan dari asparagus, (bunga) kucai, dan sayuran yang saat ini beranggotakan sekitar 247 petani yang menghasilkan rata-rata 1 ton/hari.
Aspakusa Makmur, kata dia, saat ini menjadi penyuplai tetap komoditas sayuran di 23 supermarket yang ada di Solo, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya dengan raupan omzet sekitar Rp300 juta/bulan.
Pujiastuti menyebutkan setidaknya ada tiga armada yang selalu bergerak mendistribusikan sayuran ke berbagai kota dan sudah dilengkapi dengan "cooling room" untuk menjaga kesegaran komoditas.
"Ada 85 lebih komoditas sayuran yang kami kembangkan. Kami juga terus mencari kalau ada komoditas baru yang ternyata sangat diminati dan dibutuhkan sehingga akan coba dibudidayakan," katanya.
Dengan model manajemen seperti itu, kata dia, petani bisa belajar menanam berbagai jenis komoditas sayuran dan bisa membandingkan keuntungannya dibandingkan dengan menanam seperti biasanya.
Di dalam kelompok tani itu, lanjut dia, petani memang tidak dituntut menanam dalam jumlah besar, melainkan di lahan minimal 1.000 meter persegi yang diatur agar kebutuhan pasar selalu terpenuhi.
Kelompok tani itu juga baru saja mendapatkan hibah sistem penyimpanan produk pertanian berteknologi ozon dari Universitas Diponegoro Semarang yang membuat daya tahan komoditas lebih lama.
"Kami bersyukur karena bisa semakin menunjang produksi pertanian dari kami. Sebab, daya tahan produk lebih lama dan kualitas sayuran tentunya semakin terjamin," pungkas Pujiastuti.