Antananarivo, Antara Jateng - Keluarga dari penumpang pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang pada 2014 mengkritik penyelidik Malaysia karena menganggap mereka tidak berbuat cukup untuk menemukan puing-puing yang bisa memberi petunjuk lebih mengenai apa yang terjadi.
Pesawat dengan nomor penerbangan MH370 yang membawa 239 penumpang dan awak pesawat menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing pada 8 Maret 2014, mendorong pencarian di Samudera Hindia selatan.
Grace Nathan, yang kehilangan ibunya dalam insiden itu, mengatakan keluarga ingin otoritas lebih fokus pada penemuan puing-puing pesawat.
Pencarian sejauh ini sepenuhnya didanai oleh simpatisan dan keluarga yang hilang, kata perempuan itu.
"Seharusnya, tidak boleh ada situasi di mana kerabat orang yang berada di pesawat harus terus mendanai pencarian," katanya di Antananarivo, ibu kota Madagaskar.
Aslam Khan, salah satu penyelidik Malaysia yang tiba di Antananarivo pada Minggu, mengatakan bahwa tidak benar adanya kesan penyelidikan tersebut mereda.
Dia menyebut kritik terhadap tim investigasi karena gagal mengumpulkan puing-puing tersebut merupakan "komentar yang adil."
"Kami berada di sini sekarang," katanya. "Setelah kami memeriksa secara fisik (puing-puing), kami akan berada dalam posisi untuk mengatakan lebih banyak," katanya.
Tujuh perwakilan dari para anggota keluarga diharapkan untuk bertemu penyelidik pada Senin dan menyaksikan mereka mengambil alih enam potongan puing yang telah terdampar di Pulau Madagaskar lebih dari enam bulan yang lalu.
Sejauh ini total ada temuan 33 potongan yang diduga berasal dari pesawat nahas tersebut, termasuk bagian sayap dan ekor di La Reunion, Mozambik, Afrika Selatan, Mauritius dan Tanzania.
Tiga potongan telah dikonfirmasi oleh otoritas Malaysia sebagai bagian dari MH370, termasuk flaperon dari bagian ekor yang mereka sebut menunjukkan pilot tidak dapat mengendalikan pesawat tersebut ketika jatuh.
Akan tetapi, potongan-potongan yang lebih dicurigai sebagai bagian dari pesawat nahas tersebut masih tetap dipegang oleh otoritas setempat.
"Fakta bahwa dalam enam bulan mereka belum mengumpulkan puing-puing mencerminkan kurangnya keseriusan tentang pencarian," kata Nathan.
Blaine Gibson, seorang pengacara Amerika Serikat yang menjadi penyelidik dengan dana sendiri, telah menghabiskan waktu lebih dari satu tahun untuk menyisir pantai di wilayah pesawat itu menghilang.
Ia menemukan bagian sayap di Mozambik yang oleh pihak berwenang dikonfirmasi kemungkinan berasal dari MH370 dan lebih dari 10 serpihan di Madagaskar, termasuk satu kursi belakang.
Puing-puing itu bisa mengungkapkan bagaimana pesawat tersebut jatuh, katanya.
"Mereka bisa menguji jejak bahan peledak atau semacam pecahan peluru, jika itu merupakan sebuah benturan kuat berkecepatan tinggi, yang tampaknya seperti itu karena puing-puing yang kecil dan terpotong-potong," katanya.
Selama dua tahun terakhir, pencarian badan pesawat difokuskan pada area laut seluas 120.000 kilometer persegi lebih di Samudera Hindia.
Ghislain Wattrelos, pria Prancis yang kehilangan istri dan dua anak remajanya dalam kecelakaan itu, mengatakan para keluarga korban ingin fokus lebih pada puing-puing.
"Kita menghabiskan uang dengan jumlah yang cukup besar untuk berusaha menemukan pesawat (di laut) yang tidak ada di sana," kata dia.
Saya tidak tahu mengapa mereka menghabiskan begitu banyak uang untuk melakukan hal ini ketika lebih mudah untuk berusaha dan menemukan puing-puing," katanya.
"Ini sudah seribu hari dan kami tidak memiliki petunjuk mengenai apa yang terjadi pada keluarga saya," tambah dia sebagaimana diwartakan kantor berita Reuters.
Pesawat dengan nomor penerbangan MH370 yang membawa 239 penumpang dan awak pesawat menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing pada 8 Maret 2014, mendorong pencarian di Samudera Hindia selatan.
Grace Nathan, yang kehilangan ibunya dalam insiden itu, mengatakan keluarga ingin otoritas lebih fokus pada penemuan puing-puing pesawat.
Pencarian sejauh ini sepenuhnya didanai oleh simpatisan dan keluarga yang hilang, kata perempuan itu.
"Seharusnya, tidak boleh ada situasi di mana kerabat orang yang berada di pesawat harus terus mendanai pencarian," katanya di Antananarivo, ibu kota Madagaskar.
Aslam Khan, salah satu penyelidik Malaysia yang tiba di Antananarivo pada Minggu, mengatakan bahwa tidak benar adanya kesan penyelidikan tersebut mereda.
Dia menyebut kritik terhadap tim investigasi karena gagal mengumpulkan puing-puing tersebut merupakan "komentar yang adil."
"Kami berada di sini sekarang," katanya. "Setelah kami memeriksa secara fisik (puing-puing), kami akan berada dalam posisi untuk mengatakan lebih banyak," katanya.
Tujuh perwakilan dari para anggota keluarga diharapkan untuk bertemu penyelidik pada Senin dan menyaksikan mereka mengambil alih enam potongan puing yang telah terdampar di Pulau Madagaskar lebih dari enam bulan yang lalu.
Sejauh ini total ada temuan 33 potongan yang diduga berasal dari pesawat nahas tersebut, termasuk bagian sayap dan ekor di La Reunion, Mozambik, Afrika Selatan, Mauritius dan Tanzania.
Tiga potongan telah dikonfirmasi oleh otoritas Malaysia sebagai bagian dari MH370, termasuk flaperon dari bagian ekor yang mereka sebut menunjukkan pilot tidak dapat mengendalikan pesawat tersebut ketika jatuh.
Akan tetapi, potongan-potongan yang lebih dicurigai sebagai bagian dari pesawat nahas tersebut masih tetap dipegang oleh otoritas setempat.
"Fakta bahwa dalam enam bulan mereka belum mengumpulkan puing-puing mencerminkan kurangnya keseriusan tentang pencarian," kata Nathan.
Blaine Gibson, seorang pengacara Amerika Serikat yang menjadi penyelidik dengan dana sendiri, telah menghabiskan waktu lebih dari satu tahun untuk menyisir pantai di wilayah pesawat itu menghilang.
Ia menemukan bagian sayap di Mozambik yang oleh pihak berwenang dikonfirmasi kemungkinan berasal dari MH370 dan lebih dari 10 serpihan di Madagaskar, termasuk satu kursi belakang.
Puing-puing itu bisa mengungkapkan bagaimana pesawat tersebut jatuh, katanya.
"Mereka bisa menguji jejak bahan peledak atau semacam pecahan peluru, jika itu merupakan sebuah benturan kuat berkecepatan tinggi, yang tampaknya seperti itu karena puing-puing yang kecil dan terpotong-potong," katanya.
Selama dua tahun terakhir, pencarian badan pesawat difokuskan pada area laut seluas 120.000 kilometer persegi lebih di Samudera Hindia.
Ghislain Wattrelos, pria Prancis yang kehilangan istri dan dua anak remajanya dalam kecelakaan itu, mengatakan para keluarga korban ingin fokus lebih pada puing-puing.
"Kita menghabiskan uang dengan jumlah yang cukup besar untuk berusaha menemukan pesawat (di laut) yang tidak ada di sana," kata dia.
Saya tidak tahu mengapa mereka menghabiskan begitu banyak uang untuk melakukan hal ini ketika lebih mudah untuk berusaha dan menemukan puing-puing," katanya.
"Ini sudah seribu hari dan kami tidak memiliki petunjuk mengenai apa yang terjadi pada keluarga saya," tambah dia sebagaimana diwartakan kantor berita Reuters.