Jakarta Antara Jateng - Microsoft mengingatkan bahaya penggunaan software counterfeit (palsu) dapat menempatkan perangkat dan data sensitif dalam kondisi rawan terserang malware atau virus.
"Penggunaan software palsu mempermudah peretas dalam mengakses data penting di perangkat konsumen," kata Software Asset Management and Compliance Director Microsoft Indonesia, Sudimin Mina, dalam diskusi bahaya penggunaan counterfeit software di Jakarta, Jumat.
"Penggunaan software orisinal dapat membantu mencegah terjadinya serangan dan efek yang timbul, seperti hang dan ransomeware," sambung dia.
Menurut data yang diterbitkan Microsoft Malware Infection Index 2016, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Pakistan sebagai negara dengan tingkat infeksi virus malware tertinggi di Asia Pasifik.
Data Microsoft tersebut juga didukung oleh Akamai yang menyebut, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam daftar negara korban serangan malware dan menduduki peringkat kedua dalam daftar negara penyebar malware.
Tingginya tingkat infeksi dan penyebaran malware tersebut, menurut Sudimin, merupakan dampak dari ketidaktahuan konsumen akan keaslian software yang digunakan, dan juga kerugian yang dialami akibat menggunakan software palsu.
"Kita perlu punya pengetahuan, dari mulai beowser jadi lmbat, tahap berikutnya browser muncul iklan-iklan yang tidak benar, sampai nantinya akun rekening yang ilang," ujar Sudimin.
"Kalau yang asli bisa di-setting pabrikan. Meskipun aplikasi yang sudah pernah dibuat akan hilang, tapi itu lebih baik dibanding kehilangan yang lainnya," lanjut dia.
Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan Microsoft dan IDC pada 2014 lalu menunjukan bahwa konsumen individu dapat menghabiskan dana sebesar USD25 miliar dan membuang waktu sebanyak 1,1 miliar jam untuk mengidentifikasi, memperbaiki dan memastikan perangkat terbebas dari malware.
Untuk membantu meningkatkan ketelitian masyarakat dalam membedakan produk counterfeit software yang asli, Microsoft menghadirkan situs resmi www.cariyangori.com.
"Penggunaan software palsu mempermudah peretas dalam mengakses data penting di perangkat konsumen," kata Software Asset Management and Compliance Director Microsoft Indonesia, Sudimin Mina, dalam diskusi bahaya penggunaan counterfeit software di Jakarta, Jumat.
"Penggunaan software orisinal dapat membantu mencegah terjadinya serangan dan efek yang timbul, seperti hang dan ransomeware," sambung dia.
Menurut data yang diterbitkan Microsoft Malware Infection Index 2016, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Pakistan sebagai negara dengan tingkat infeksi virus malware tertinggi di Asia Pasifik.
Data Microsoft tersebut juga didukung oleh Akamai yang menyebut, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam daftar negara korban serangan malware dan menduduki peringkat kedua dalam daftar negara penyebar malware.
Tingginya tingkat infeksi dan penyebaran malware tersebut, menurut Sudimin, merupakan dampak dari ketidaktahuan konsumen akan keaslian software yang digunakan, dan juga kerugian yang dialami akibat menggunakan software palsu.
"Kita perlu punya pengetahuan, dari mulai beowser jadi lmbat, tahap berikutnya browser muncul iklan-iklan yang tidak benar, sampai nantinya akun rekening yang ilang," ujar Sudimin.
"Kalau yang asli bisa di-setting pabrikan. Meskipun aplikasi yang sudah pernah dibuat akan hilang, tapi itu lebih baik dibanding kehilangan yang lainnya," lanjut dia.
Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan Microsoft dan IDC pada 2014 lalu menunjukan bahwa konsumen individu dapat menghabiskan dana sebesar USD25 miliar dan membuang waktu sebanyak 1,1 miliar jam untuk mengidentifikasi, memperbaiki dan memastikan perangkat terbebas dari malware.
Untuk membantu meningkatkan ketelitian masyarakat dalam membedakan produk counterfeit software yang asli, Microsoft menghadirkan situs resmi www.cariyangori.com.