Jakarta, Antara Jateng - Jailani Paranddy yang merupakan tenaga ahli anggota DPR Komisi V dari fraksi PAN Yasti Soepredjo Mokoagow mengakui menyerahkan total Rp7 miliar kepada asisten Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB Komisi V Musa Zainuddin terkait pengurusan dana aspirasi.
"Pada saat pemeriksaan lanjutan di KPK tadinya saya tidak tahu nama (asistennya). Saya ditunjukkan beberapa foto, saya yakin salah satu foto adalah orang yang saya temui di penyerahan, dan profilnya ditunjukkan namanya Mutakim," kata Jaelani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.
Pada saat menyerahkan (uang) itu sebenarnya wajahnya agak familiar karena wajahnya berseliweran di sekitar rapat Agustus-Oktober pernah mendampingi Pak Musa memegang map masuk ke ruangan.
Jaelani menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang didakwa memberikan suap kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura; Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar; Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar; Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.
Pemberian uang itu dilakukan pada 28 Desember 2015 di Jalan Duren Tiga Timur di depan STEKPI. Jaelani mendapatkan nomor telepon Mutakim dari Musa yang lebih dulu ditemuinya hari itu pada siang hari.
"Sekitar pukul 13.00 WIB hari itu saya ke rumah Musa Zainuddin, tapi beliau mengatakan Nanti malam saja serahkan ke orang saya. Saya catat nomor orangnya Musa. Baru malamnya sekitar pukul 21.00 WIB saya serahkan ke orangnya Pak Musa. Jumlahnya sebanyak Rp7 miliar. Posisinya dia lagi naik motor, satu tas saya kasih di depan, satu saya kasih tas di belakang," tambah Jaelani.
Uang itu menurut Jaelani terkait dengan proyek aspirasi jatah Musa.
"Dari Pak Abdul disebut bahwa uang itu untuk proyek dana aspriasi Pak Musa yang berharap dikerjakan oleh mereka (Abdul)," ungkap Jaelani yang merupakan anggota Dewan Pimpinan Pusat KNPI.
Namun Jaelani mengaku tidak pernah lagi bertemu dengan Mutakim dan mengonfirmasi penerimaan uang ke Musa.
"Kalau asal uangnya dari pak Irwantoro, dia itu staf Pak Abdul di perusahaan Pak Abdul. Menurut Pak Abdul saya bisa ambil uang di Pak Irwantoro. Uang itu lalu diberikan dalam 5-6 tahap penyerahan yang kalau dikumpul-kumpulkan jadi total Rp12,2 miliar nanti kata Pak Abdul untuk Pak Musa dan Pak Andi (Andi Taufan Tiro," jelas Jaelani.
Andi Taufan Tiro adalah Kapoksi PAN Komisi V yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Pada 2 November saya menyerahkan Rp2 miliar ke Andi Taufan Tiro, sisanya saya serahkan setelah tahun baru ada Rp1,9 miliar jadi total Rp3,9 miliar diterima sendiri oleh Pak Andi Taufan Tiro," ungkap Jaelanin.
Dari jasanya tersebut, Jaelani mendapatkan komisi Rp650 juta.
Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
"Pada saat pemeriksaan lanjutan di KPK tadinya saya tidak tahu nama (asistennya). Saya ditunjukkan beberapa foto, saya yakin salah satu foto adalah orang yang saya temui di penyerahan, dan profilnya ditunjukkan namanya Mutakim," kata Jaelani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.
Pada saat menyerahkan (uang) itu sebenarnya wajahnya agak familiar karena wajahnya berseliweran di sekitar rapat Agustus-Oktober pernah mendampingi Pak Musa memegang map masuk ke ruangan.
Jaelani menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang didakwa memberikan suap kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura; Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar; Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar; Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.
Pemberian uang itu dilakukan pada 28 Desember 2015 di Jalan Duren Tiga Timur di depan STEKPI. Jaelani mendapatkan nomor telepon Mutakim dari Musa yang lebih dulu ditemuinya hari itu pada siang hari.
"Sekitar pukul 13.00 WIB hari itu saya ke rumah Musa Zainuddin, tapi beliau mengatakan Nanti malam saja serahkan ke orang saya. Saya catat nomor orangnya Musa. Baru malamnya sekitar pukul 21.00 WIB saya serahkan ke orangnya Pak Musa. Jumlahnya sebanyak Rp7 miliar. Posisinya dia lagi naik motor, satu tas saya kasih di depan, satu saya kasih tas di belakang," tambah Jaelani.
Uang itu menurut Jaelani terkait dengan proyek aspirasi jatah Musa.
"Dari Pak Abdul disebut bahwa uang itu untuk proyek dana aspriasi Pak Musa yang berharap dikerjakan oleh mereka (Abdul)," ungkap Jaelani yang merupakan anggota Dewan Pimpinan Pusat KNPI.
Namun Jaelani mengaku tidak pernah lagi bertemu dengan Mutakim dan mengonfirmasi penerimaan uang ke Musa.
"Kalau asal uangnya dari pak Irwantoro, dia itu staf Pak Abdul di perusahaan Pak Abdul. Menurut Pak Abdul saya bisa ambil uang di Pak Irwantoro. Uang itu lalu diberikan dalam 5-6 tahap penyerahan yang kalau dikumpul-kumpulkan jadi total Rp12,2 miliar nanti kata Pak Abdul untuk Pak Musa dan Pak Andi (Andi Taufan Tiro," jelas Jaelani.
Andi Taufan Tiro adalah Kapoksi PAN Komisi V yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Pada 2 November saya menyerahkan Rp2 miliar ke Andi Taufan Tiro, sisanya saya serahkan setelah tahun baru ada Rp1,9 miliar jadi total Rp3,9 miliar diterima sendiri oleh Pak Andi Taufan Tiro," ungkap Jaelanin.
Dari jasanya tersebut, Jaelani mendapatkan komisi Rp650 juta.
Atas perbuatan tersebut, Abdul Khoir didakwa UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.