"Ya Pak SDA (Suryadharma Ali) akan mendengarkan vonis pukul 13.00 WIB," kata pengacara Suryadharma, Humprey Djemat di Jakarta, Senin.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam perkara ini menuntut Suryadharma selama 11 tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana uang pengganti sejumlah Rp2,23 miliar.
Terhadap vonis nanti, Humprey berharap kliennya bebas.
"Harapannya adalah SDA diputus bebas oleh majelis hakim. SDA tidak pantas dihukum karena selama persidangan JPU tidak bisa membuktikan dakwaannya bahwa SDA melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangannya baik dalam soal penyelengaraan ibadah haji maupun pemakaian DOM (Dana Operasional Menteri) untuk kepentingan pribadinya maupun keluarganya," ungkap Humprey.
Menurut Humprey, kasus Suryadharma sejak awal merupakan kasus yang dipaksakan oleh KPK.
"Kasus SDA sejak awal memang dipaksakan karena adanya kepentingan politis saat pilpres (pemilihan presiden). Lihat saja SDA yang mengelola uang haji Rp120 triliun dan APBN setiap tahun hanya dikatakan menerima selembar kain kiswah sebagai hasil korupsinya dan tidak ada sepeser pun diterima, buktinya semua rekeningnya dicabut blokirnya. Bila ada niat korupsi APBN masak hanya Rp1,8 miliar dari uang DOM dari APBN selama 4 tahun?" tambah Humprey.
Humprey berkeyakinan kliennya percaya bahwa Tuhan akan menolongnya dalam pengadilan nanti.
"Kasus SDA ini sungguh tidak rasional dan tidak layak dialamatkan kepada SDA, jelas ini bukan perbuatan melawan hukum tapi masalah politik. SDA yakin Pengadilan Allah yang Maha Adil pasti datang dan memberikan pembalasan kepada setiap orang sesuai niat dan perbuatannya," jelas Humprey.
Tuntutan terhadap Suryadharma berasal dari pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Dalam perkara ini, Suryadharma didakwa melakukan sejumlah perbuatan yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan; menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubamah jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Atas perbuatan ini Suryadharma mendapat keuntungan untuk diri sendiri sejumlah Rp2,23 miliar dan memperoleh hadiah 1 lembar potongan kain kabah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam perkara ini menuntut Suryadharma selama 11 tahun penjara dan pidana denda sejumlah Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pidana uang pengganti sejumlah Rp2,23 miliar.
Terhadap vonis nanti, Humprey berharap kliennya bebas.
"Harapannya adalah SDA diputus bebas oleh majelis hakim. SDA tidak pantas dihukum karena selama persidangan JPU tidak bisa membuktikan dakwaannya bahwa SDA melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangannya baik dalam soal penyelengaraan ibadah haji maupun pemakaian DOM (Dana Operasional Menteri) untuk kepentingan pribadinya maupun keluarganya," ungkap Humprey.
Menurut Humprey, kasus Suryadharma sejak awal merupakan kasus yang dipaksakan oleh KPK.
"Kasus SDA sejak awal memang dipaksakan karena adanya kepentingan politis saat pilpres (pemilihan presiden). Lihat saja SDA yang mengelola uang haji Rp120 triliun dan APBN setiap tahun hanya dikatakan menerima selembar kain kiswah sebagai hasil korupsinya dan tidak ada sepeser pun diterima, buktinya semua rekeningnya dicabut blokirnya. Bila ada niat korupsi APBN masak hanya Rp1,8 miliar dari uang DOM dari APBN selama 4 tahun?" tambah Humprey.
Humprey berkeyakinan kliennya percaya bahwa Tuhan akan menolongnya dalam pengadilan nanti.
"Kasus SDA ini sungguh tidak rasional dan tidak layak dialamatkan kepada SDA, jelas ini bukan perbuatan melawan hukum tapi masalah politik. SDA yakin Pengadilan Allah yang Maha Adil pasti datang dan memberikan pembalasan kepada setiap orang sesuai niat dan perbuatannya," jelas Humprey.
Tuntutan terhadap Suryadharma berasal dari pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Dalam perkara ini, Suryadharma didakwa melakukan sejumlah perbuatan yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan; menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubamah jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
Atas perbuatan ini Suryadharma mendapat keuntungan untuk diri sendiri sejumlah Rp2,23 miliar dan memperoleh hadiah 1 lembar potongan kain kabah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.