Menteri Yuddy di Jakarta, Kamis, mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) No. 29 tahun 2014 tersebut telah mengamanatkan kepada Kementerian PANRB untuk melakukan koordinasi dalam mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah tugas konstitusional Kementerian PANRB," katanya.
Ia mengatakan dalam pasal 29 (5) Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Kementerian PANRB mengkoordinasikan penyelenggaraan evaluasi atas implementasi SAKIP pada Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Evaluasi akuntabilitas kinerja dilakukan untuk menilai sejauh mana instansi pemerintah memperjuangkan tata kelola pemerintahan yang baik, mempunyai aparatur sipil negara yang disiplin, ukuran kinerja, rencana kinerja, pelaporan evaluasi dan pengawasan kinerja dan mempunyai hasil yang dapat diukur publik.
"Jadi publik berhak untuk mengetahui sampai sejauh mana akuntabilitas kinerja tiap instansi pemerintah," katanya.
Dalam pelaksanaanya, evaluasi yang dilakukan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Inspektorat Instansi. Sementara pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja disusun bersama-sama dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kemendagri.
Substansi evaluasi AKIP ini sejalan dengan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional serta Peraturan Pemerintah (PP) turunannya, seperti PP No. 8 tahun 2006 tentang Kewajiban Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja telah diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya sejak tahun 2004, setelah mulai berlakunya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sejak 2012, hasilnya diumumkan ke publik dan di publikasi di portal Kementerian PANRB. Undang-Undang tersebut menitikberatkan pada pertanggungjawaban penggunaan anggaran berbasis pada kinerja.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Herman Suryatman menambahkan, publikasi yang dilakukan Kementerian PANRB terkait hasil evaluasi tersebut juga sudah sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam UU tersebut juga menekankan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan Negara.
"Namun demikian, ada beberapa informasi yang dikecualikan, itu pun harus melalui uji konsekuensi. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Jadi tugas badan publik untuk menginformasikannya kepada masyarakat," katanya.
Informasi yang dikecualikan berdasarkan UU tersebut tercantum dalam pasal 17, yaitu yang dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlidungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkap kekayaan alam Indonesia.
Selain itu juga dikecualikan informasi yang merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik, mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat-surat badan publik atau intra badan publik, serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UU.
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah tugas konstitusional Kementerian PANRB," katanya.
Ia mengatakan dalam pasal 29 (5) Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Kementerian PANRB mengkoordinasikan penyelenggaraan evaluasi atas implementasi SAKIP pada Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Evaluasi akuntabilitas kinerja dilakukan untuk menilai sejauh mana instansi pemerintah memperjuangkan tata kelola pemerintahan yang baik, mempunyai aparatur sipil negara yang disiplin, ukuran kinerja, rencana kinerja, pelaporan evaluasi dan pengawasan kinerja dan mempunyai hasil yang dapat diukur publik.
"Jadi publik berhak untuk mengetahui sampai sejauh mana akuntabilitas kinerja tiap instansi pemerintah," katanya.
Dalam pelaksanaanya, evaluasi yang dilakukan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Inspektorat Instansi. Sementara pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja disusun bersama-sama dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kemendagri.
Substansi evaluasi AKIP ini sejalan dengan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional serta Peraturan Pemerintah (PP) turunannya, seperti PP No. 8 tahun 2006 tentang Kewajiban Melaporkan Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja telah diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya sejak tahun 2004, setelah mulai berlakunya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sejak 2012, hasilnya diumumkan ke publik dan di publikasi di portal Kementerian PANRB. Undang-Undang tersebut menitikberatkan pada pertanggungjawaban penggunaan anggaran berbasis pada kinerja.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Herman Suryatman menambahkan, publikasi yang dilakukan Kementerian PANRB terkait hasil evaluasi tersebut juga sudah sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam UU tersebut juga menekankan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan Negara.
"Namun demikian, ada beberapa informasi yang dikecualikan, itu pun harus melalui uji konsekuensi. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tidak termasuk informasi yang dikecualikan. Jadi tugas badan publik untuk menginformasikannya kepada masyarakat," katanya.
Informasi yang dikecualikan berdasarkan UU tersebut tercantum dalam pasal 17, yaitu yang dapat menghambat proses penegakan hukum, mengganggu kepentingan perlidungan hak atas kekayaan intelektual dan persaingan tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengungkap kekayaan alam Indonesia.
Selain itu juga dikecualikan informasi yang merugikan ketahanan ekonomi nasional, merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan isi akta otentik, mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat-surat badan publik atau intra badan publik, serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UU.