Dalam sidang yang mengagendakan keterangan saksi yang dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga, di Pegadilan Negeri Denpasar, Senin itu, saksi mengaku tidak berani melaporkan kejadian itu karena Margrit akan memanggil orang bayaran untuk membunuh saksi.
"Saat itu terdakwa mengancam kepada saya agar tidak menyampaikan kepada anak terdakwa Ivon, kalau melapor akan saya panggil orang suruhan saya untuk bunuh kamu. Sekarang, kamu ikuti perintah saya." ujarnya Agustay dalam persidangan.
Setelah saksi membantu terdakwa Margrit Megawe melakukan aksi kejamnya itu, Agustay dijanjikan terdakwa imbalan uang Rp200 juta tunai apabila tidak melaporkan kejadian itu dan apabila ketahuan polisi, Agustay diminta Margrit untuk mengakui perbuatannya.
Saat itu, hakim bertanya kepada saksi, kenapa justru tidak melawan saat terdakwa mengancam, saksi hanya menerangkan bahwa takut dengan orang suruhan Margrit karena terdakwa tinggal di Bali tanpa keluarga.
Ia menerangkan, kejadian tersebut terjadi pada 16 Mei 2015 di dalam kamar terdakwa pada Pukul 12.30 Wita dan proses penguburan korban dilakukan sejak Pukul 13.00 Wita hingga 16.30 Wita, dimana saat itu tetangga yang kos di rumah terdakwa (Handono dan Susiani) sedang keluar rumah hendak berjualan ke pasar.
"Saya diminta Margrit saat Handono dan Susiani datang ke rumah untuk menanyakan langsung keberadaan Engeline yang hilang dan jangan mengatakan Engeline sudah tewas dibunuh," katanya.
Ia menerangkan, saat itu Handono dan Susiani datang Pukul 17.00 Wita setelah saksi dan terdakwa mengubur korban Engeline (8).
"Saat itu saya diingatkan terdakawa saat bertemu Handono dan Susiani menanyakan keberadaan Engeline yang tidak ada di rumah," ujarnya.
Ia menuturkan, sebelum korban dibunuh terdakwa, Engeline sering di marahi ibu angkatnya itu karena tidak mengerjakan tugasnya seperti memberi makan ayam, mengepel kamar terdakwa dan bersih-bersih rumah.
"Saya sering melihat korban dicubit terdakwa hingga kebiruan. Korban pernah dimarah dan dipukul ibu angkatnya itu saat ayam Margrit hilang," ujarnya.
Saat kejadian pembunuhananya itu, saksi sempat bertanya kepada terdakwa terkait apa masalahnya korban disiksa seperti itu, namun Agustay justru dibentak Margrit agar tidak banyak ikut campur.
Saat itu reaksi korban tidak ada gerakan, sebelum itu mendengar suara korban menangis Pukul 10.00 saat itu saya di dalam kamar. "Yang saya dengar korban mengatakan mama lepas ma, cukup ma," katanya.
"Saat itu terdakwa mengancam kepada saya agar tidak menyampaikan kepada anak terdakwa Ivon, kalau melapor akan saya panggil orang suruhan saya untuk bunuh kamu. Sekarang, kamu ikuti perintah saya." ujarnya Agustay dalam persidangan.
Setelah saksi membantu terdakwa Margrit Megawe melakukan aksi kejamnya itu, Agustay dijanjikan terdakwa imbalan uang Rp200 juta tunai apabila tidak melaporkan kejadian itu dan apabila ketahuan polisi, Agustay diminta Margrit untuk mengakui perbuatannya.
Saat itu, hakim bertanya kepada saksi, kenapa justru tidak melawan saat terdakwa mengancam, saksi hanya menerangkan bahwa takut dengan orang suruhan Margrit karena terdakwa tinggal di Bali tanpa keluarga.
Ia menerangkan, kejadian tersebut terjadi pada 16 Mei 2015 di dalam kamar terdakwa pada Pukul 12.30 Wita dan proses penguburan korban dilakukan sejak Pukul 13.00 Wita hingga 16.30 Wita, dimana saat itu tetangga yang kos di rumah terdakwa (Handono dan Susiani) sedang keluar rumah hendak berjualan ke pasar.
"Saya diminta Margrit saat Handono dan Susiani datang ke rumah untuk menanyakan langsung keberadaan Engeline yang hilang dan jangan mengatakan Engeline sudah tewas dibunuh," katanya.
Ia menerangkan, saat itu Handono dan Susiani datang Pukul 17.00 Wita setelah saksi dan terdakwa mengubur korban Engeline (8).
"Saat itu saya diingatkan terdakawa saat bertemu Handono dan Susiani menanyakan keberadaan Engeline yang tidak ada di rumah," ujarnya.
Ia menuturkan, sebelum korban dibunuh terdakwa, Engeline sering di marahi ibu angkatnya itu karena tidak mengerjakan tugasnya seperti memberi makan ayam, mengepel kamar terdakwa dan bersih-bersih rumah.
"Saya sering melihat korban dicubit terdakwa hingga kebiruan. Korban pernah dimarah dan dipukul ibu angkatnya itu saat ayam Margrit hilang," ujarnya.
Saat kejadian pembunuhananya itu, saksi sempat bertanya kepada terdakwa terkait apa masalahnya korban disiksa seperti itu, namun Agustay justru dibentak Margrit agar tidak banyak ikut campur.
Saat itu reaksi korban tidak ada gerakan, sebelum itu mendengar suara korban menangis Pukul 10.00 saat itu saya di dalam kamar. "Yang saya dengar korban mengatakan mama lepas ma, cukup ma," katanya.