"Ini kaitannya dengan tindak pidana. Jika tetap menggunakan valas pada transaksi di dalam negeri artinya orang tersebut sudah melanggar UU Nomor 7/2011 tentang Penggunaan Rupiah," kata Kepala BI Kantor Wilayah V Jawa Tengan-Daerah Istimewa Yogyakarta Iskandar Simorangkir di Semarang, Selasa.

Untuk menegakkan peraturan tersebut, BI sduah melakukan kerja sama dengan Polri.

"Saat ini kami sedang sosialisasi dengan kepolisian. Tindakannya tegas karena ini termasuk tindak pidana, diatur dalam kerja sama. Untuk di Jateng saya sudah menandatangani kerja sama dengan Kapolda Jateng pada tanggal 31 Agustus lalu," katanya.

Kewajiban penggunaan rupiah yang dikeluarkan pemerintah melalui Bank Indonesia yang dimulai sejak 1 Juli 2015 dapat menekan kebutuhan valuta asing di dalam negeri.

Pihaknya berharap dengan kewajiban penggunaan rupiah tersebut, tidak ada lagi permintaan valas dari dalam negeri.

"Dengan begitu rupiah tidak lagi terdepresiasi karena selama ini kondisi rupiah sangat tergantung pada permintaan dan suplai valas. Kalau misalnya permintaan valas meningkat, pasti harga dolar naik, berarti rupiah terdepresiasi," katanya.

Menurut data dari BI, sejak triwulan IV/2011 permintaan valas di dalam negeri terus meningkat signifikan. Akibatnya, beberapa waktu lalu kondisi rupiah terus terdepresiasi oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS).

"Transaksi valas dengan valas dampak negatifnya terhadap ekonomi sangat tinggi, terutama adalah tekanan terhadap mata uang lokal sangat tinggi. Kalau kita lihat di negara-negara lain yang penggunaan dolarnya tinggi, banyak memberikan dampak negatif terhadap mata uang lokal," katanya.

Oleh karena itu, salah satu upaya BI untuk menggugah kecintaan terhadap rupiah adalah dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015.N

Selain itu, ada pula Surat Edaran Bank Indonesia (SE-BI) Nomor 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di (NKRI).


Pewarta : Aris Wasita
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024