Ketua Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI Martin Hadiwinata di Jakarta, Senin mengatakan beleid baru tersebut membolehkan mengimpor produk-produk olahan perikanan yang dapat diproduksi di dalam negeri, sehingga diyakini Permendag tersebut akan melumpuhkan industri pengolahan perikanan domestik.

Martin mengatakan regulasi tersebut kontra produktif dengan upaya membangun industri perikanan domestik dan kebijakan pangan nasional. Pasal 25 C ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang memandatkan pemerintah untuk mengembangkan industri perikanan nasional dengan mengutamakan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri.

"Ditambah lagi kebijakan pangan nasional, yang melarang impor pangan apabila bahan baku produksi pangan dapat diproduksi dalam negeri sebagaimana ditegaskan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan," ujar dia.

Ia mengatakan di tengah semangat untuk tidak memunggungi laut, justru Menteri Perdagangan bagai menorehkan "setitik nila di susu sebelanga". Permen itu menyebabkan Indonesia akan dibanjiri produk olahan perikanan, di tengah rakyatnya yang sedang mengembangkan hilirisasi perikanan.

Ketua Bidang Budidaya Perikanan KNTI, Arie Suharso mengatakan bahwa importasi produk olahan perikanan menunjukkan bahwa biaya produksi di dalam negeri masih lebih mahal. Fakta ini semestinya ditindaklanjuti dengan hadirnya negara dalam melindungi nelayan, petambak, dan pengusaha pengolahan perikanan domestik.

Menurut Arie, proporsi Kredit Macet (NPL) terhadap Nilai Kredit UMKM di sektor perikanan naik dari 4,11 persen pada Juli 2013, menjadi 5,18 persen pada Juli 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa UMKM di sektor perikanan sedang mengalami kelesuan.

"Praktis kehadiran Permen tersebut akan semakin melumpuhkan sektor perikanan kita," kata Arie.

Pewarta : Virna P Setyorini
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024