"Partai Demokrat menolak revisi (UU KPK) kalau untuk memperlemah KPK," katanya di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan publik harus sungguh-sungguh memperhatikan agenda terselubung dalam usaha revisi UU KPK karena revisi itu diduga diboncengi kelompok yang ingin mematikan KPK.
"Kami mau penyadapan tanpa ijin pengadilan; kedua tidak ada batas waktu usia KPK; ketiga harus ada SP3 yang sifatnya limitatif," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR itu menilai kewenangan penyadapan tetap harus dimiliki KPK namun penggunannya harus akuntabel dan kredibel untuk mencegah penyalahgunaan.
Menurut Benny, penyadapan adalah instrumen luar biasa yang dimiliki KPK dalam mengoptimalisasi kewenangan-kewenangan yang dimiliki institusi ini.
"Sampai saat ini Demokrat memandang korupsi adalah kejahatan luar biasa dan hanya bisa dilawan dengan cara luar biasa," katanya.
Langkah itu menurut dia bisa dilakukan dengan cara membentuk institusi luar biasa seperti KPK dengan kewengannya yang juga luar biasa.
Dia menegaskan apabila kewenangan penyadapan pada KPK dihapus, maka lembaga ini akan lesu darah.
"Kami ingin apabila revisi UU KPK dilakukan harus memastikan kewenangan-kewenangan luar biasa yang dimiliki insitusi itu tidak disalahgunakan," katanya.
Enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU KPK. Keenamnya adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi PPP.
Beberapa pasal yang mereka usulkan untuk diubah, antara lain:
Pasal 5 penambahan:
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan;
Pasal 13 ayat c:
Dalam hal KPK melakukan penyidikan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dalam hal KPK telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara dengan nilai dibawah Rp50 miliar maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepoliisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan komisi pemberantasan korupsi;
Pasal 14 ayat a:
KPK melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri.
Dia mengatakan publik harus sungguh-sungguh memperhatikan agenda terselubung dalam usaha revisi UU KPK karena revisi itu diduga diboncengi kelompok yang ingin mematikan KPK.
"Kami mau penyadapan tanpa ijin pengadilan; kedua tidak ada batas waktu usia KPK; ketiga harus ada SP3 yang sifatnya limitatif," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR itu menilai kewenangan penyadapan tetap harus dimiliki KPK namun penggunannya harus akuntabel dan kredibel untuk mencegah penyalahgunaan.
Menurut Benny, penyadapan adalah instrumen luar biasa yang dimiliki KPK dalam mengoptimalisasi kewenangan-kewenangan yang dimiliki institusi ini.
"Sampai saat ini Demokrat memandang korupsi adalah kejahatan luar biasa dan hanya bisa dilawan dengan cara luar biasa," katanya.
Langkah itu menurut dia bisa dilakukan dengan cara membentuk institusi luar biasa seperti KPK dengan kewengannya yang juga luar biasa.
Dia menegaskan apabila kewenangan penyadapan pada KPK dihapus, maka lembaga ini akan lesu darah.
"Kami ingin apabila revisi UU KPK dilakukan harus memastikan kewenangan-kewenangan luar biasa yang dimiliki insitusi itu tidak disalahgunakan," katanya.
Enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU KPK. Keenamnya adalah Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Hanura, dan Fraksi PPP.
Beberapa pasal yang mereka usulkan untuk diubah, antara lain:
Pasal 5 penambahan:
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan;
Pasal 13 ayat c:
Dalam hal KPK melakukan penyidikan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dalam hal KPK telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara dengan nilai dibawah Rp50 miliar maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepoliisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan komisi pemberantasan korupsi;
Pasal 14 ayat a:
KPK melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri.