"Berdasarkan prakiraan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan), kemarau di Cilacap masuk dalam kategori kekeringan ekstrem karena lebih dari 60 hari tidak ada hujan," katanya di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa.

Menurut dia, kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap budi daya perikanan darat karena banyak kolam yang kekurangan air.

Bahkan di beberapa wilayah, kata dia, ada kolam yang sama sekali tidak ada airnya karena sudah terlalu kering.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa di beberapa wilayah seperti Kecamatan Maos, airnya masih mencukupi sehingga budi daya ikan gurami tetap berkembang.

"Kami telah memantau ke sejumlah wilayah termasuk beberapa BBI (Balai Benih Ikan). Bahkan di BBI Pesanggrahan, Kecamatan Kesugihan, sama sekali tidak ada airnya karena kolam-kolam itu sangat tergantung pada hujan," katanya.

Terkait hal itu, dia mengatakan bahwa pihaknya akan berupaya menyikapi kondisi tersebut dengan membuat sumur pantek jika memungkinkan.

Akan tetapi, kata dia, pembuatan sumur pantek itu berisiko terhadap lingkungan karena di beberapa daerah, cadangan airnya berkurang.

Ia mengharapkan hujan akan segera turun sehingga kolam-kolam ikan dapat terisi air.

Sementara itu, Kepala Bidang Produksi DKPPSDKSA Indarto memperkirakan produksi perikanan budi daya di Cilacap mengalami penurunan sekitar 20-25 persen akibat kemarau panjang.

Menurut dia, jenis ikan yang paling terkena dampak kemarau panjang, yakni gurami dan emas sedangkan lele masih bisa bertahan.


Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024