Desakan penghentian aktivitas galian C ilegal di Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Kudus, disampaikan lewat aksi unjuk rasa yang digelar di Alun-alun Kudus, Senin.

Dalam aksinya itu, pengunjuk rasa juga menampilkan aksi teatrikal bumi, khususnya di Kabupaten Kudus dikuasai oleh pengusaha galian C ilegal yang tidak peduli lingkungan yang digambarkan dengan sosok menyeramkan.

Pengunjuk rasa juga membawa spanduk bertuliskan "hentikan perusakan gunung dan hutan dan selamatkan Pegunungan Muria dari eksploitasi alam".

Koordinator aksi unjuk rasa Slamet Machmudi mengungkapkan bahwa aktivitas penambangan ilegal tersebut sudah berlangsung lama karena diperkirakan berlangsung selama lima tahunan.

Lokasinya yang tersembunyi, kata dia, membuat tidak banyak orang mengetahui hal itu.

"Kami menduga, pemerintah setempat sengaja menutup mata sehingga wilayah tersebut menjadi rusak dan dipastikan juga berdampak bagi kelangsungan hidup masyarakat," ujarnya.

Pelaku penambangan liar, kata dia, wajib bertangung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Aparat Satpol PP maupun kepolisian, katanya, tidak cukup sekadar menghentikan aktivitasnya, melainkan harus ada sanksi hukum terhadap pelakunya, mengingat kawasan lereng Pegunungan Muria di Kecamatan Gebog dan Dawe merupakan daerah konservasi alam atau kawasan lindung.

Terlebih lagi, kata dia, di dalam Undang-Undang nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara dan UU nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas pula sanksi pidana dan dendanya.

Oleh karena itu, kata dia, perlu dijaga kelestariannya sebagai kawasan konservasi.

Pemkab Kudus juga diminta mengembalikan fungsi hutan dan gunung yang rusak akibat penambangan liar tersebut, mengingat di dalam Perda 16/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kudus dijelaskan bahwa lereng Pegunungan Muria di Kecamatan Gebog dan Dawe merupakan daerah konservasi alam.

Apabila tidak segera ditangani, dia khawatir, kerusakan yang terjadi justru berdampak luas dan berpotensi menimbulkan bencana alam sehingga mengganggu stabilitas ekosistem yang ada di wilayah tersebut.


Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024