Perdana Menteri Shinzo Abe dan utusan negara-negara asing ada di antara puluhan ribu orang yang berkumpul di Taman Peringatan Perdamaian untuk mengheningkan cipta tepat pukul 08.15 waktu setempat, waktu ketika ledakan bom atom mengubah kota bagian barat Jepang itu menjadi neraka pada 6 Agustus 1945.

Walikota Hiroshima, yang kini menjadi kota sibuk, Kazumi Matsui, mengatakan, senjata nuklir adalah "kejahatan mutlak" dan mendesak dunia mengakhiri penggunaannya selama-lamanya.

"Untuk hidup bersama kita harus mengakhiri kejahatan mutlak dan kebiadaban luar biasa yaitu senjata nuklir. Sekarang saatnya mulai bertindak," katanya dalam pidato tahunan.

Sebuah pesawat pengebom B-29 milik Amerika yang bernama Enola Gay menjatuhkan bom atom yang dijuluki "Little Boy" (bocah laki-laki kecil) ke Hiroshima pada 6 Agustus 1945.

Hampir seluruh tempat di lokasi jatuhnya bom terbakar habis dengan suhu daratan mencapai 4.000 derajat Celsius, yang cukup panas untuk melelehkan baja.

Sekitar 140.000 orang diperkirakan kehilangan nyawanya akibat serangan itu, termasuk beberapa korban luka yang meninggal beberapa hari, minggu hingga bulan kemudian akibat terpapar radiasi.

Pada 9 Agustus, kota pelabuhan Nagasaki juga mendapat serangan bom atom yang menewaskan sekitar 70.000 korban.

Jepang menyerah kalah beberapa hari kemudian, pada 15 Agustus 1945, yang membawa perang ke akhir.

Abe meletakkan karangan bunga pada upacara yang juga dihadiri oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Jepang Caroline Kennedy dan sejumlah pejabat lainnya.

Wakil menteri urusan pengendalian senjata, Rose Gottemoeller, juga dijadwalkan hadir sebagai pejabat tertinggi yang dikirim Washington untuk mengikuti upacara tahunan tersebut.

Pendapat masih terbagi mengenai apakah serangan bom kembar itu dapat dibenarkan.

Para ahli sejarah mengatakan bahwa hal itu mencegah korban yang lebih besar dalam rencana penyerbuan darat, para kritikus mengatakan serangan itu sebenarnya tidak diperlukan untuk mengakhiri perang, berpendapat bahwa ketika itu Jepang sudah menuju kekalahan.

Menjatuhkan bom yang dikembangkan dan dibuat secara rahasia, sangat terkenal di antara warga Amerika yang sudah lelah perang saat itu, dan setelah 70 tahun, sebagian besar dari mereka masih yakin bahwa tindakan tersebut benar.

Lima puluh enam persen warga Amerika Serikat yang disurvei oleh Pew Research Center pada Februari menyatakan serangan bom atom ke kota-kota Jepang itu dapat dibenarkan, sedangkan 79 responden Jepang menyatakan sebaliknya.

Paul Tibbets, yang mengemudikan Enola Gay, menyatakan bahwa ia tidak pernah berpikir dua kali atau ragu-ragu untuk menjatuhkan bom dalam wawancara dengan satu surat kabar tahun 2002, lima tahun sebelum kematiannya.

"Saya tahu kami melakukan hal yang benar."

Washington, yang menjadi sekutu dekat Jepang setelah perang, tidak pernah secara resmi meminta maaf atas pengeboman tersebut, demikian seperti dilansir kantor berita AFP.(Uu.M007)

Pewarta : Antaranews
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024