“Padahal semua orang suci nabi, rasul dan pewaris agama selalu menunjukkan teladan bagi umatnya untuk mengayomi sesama umat manusia,†kata Menag pada pada pembukaan Christian Conferensi of Asia (Konferensi Kristen se Asia) ke-14 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Kamis (21/5) malam.
Menag mengatakan, akhir-akhir ini muncul berbagai peristiwa tragis yang menimpa umat manusia di berbagai belahan dunia. “Konflik kekerasan maupun teror telah menjadi isu global yang dapat muncul di mana saja, oleh siapa saja dan mengancam berbagai bangsa, sehingga perlu dihadapi secara bersama-sama,†jelasnya.
Di tingkat regional, lanjut Menag, kita juga sedang menghadapi peminggiran (marginalisasi) kelompok minoritas oleh mayoritas. “Kasus Rohingya, kelompok minoritas di Myanmar adalah salah satu contohnya,†lanjut Menag seperti dikutip kemenag.go.id, Jumat.
Menurut Menag, peminggiran atau marginalisasi kelompok minoritas harus disikapi dengan bijak dan meminimalisir konflik. “Alangkah elok jika pihak mayoritas memiliki empati bahwa kelompok minoritas meskipun berbeda pandangan adalah sama-sama makhluk Tuhan yang berhak menjalani kehidupan di muka bumi,†ujarnya.
Menag mengatakan, adalah penting untuk membangun sikap beragama yang humanis. Paradigma humanis dalam beragama adalah paradigma nilai, sikap, norma dan praktik keberagamaan yang mendukung kehidupan tanpa kekerasan dan penuh kedamaian.
“Sikap utama dalam paradigma humanis ini adalah moderasi. Agamawan dan umat yang moderat akan cenderung santun dan seimbang,†jelasnya.
“Santun dalam menjalankan agamanya maupun dalam berinteraksi sosial. Seimbang dalam memenuhi kebutuhan material, spiritual, individual, sosial, serta dalam berhubungan dengan Tuhan, manusia dan lingkungan alam,†imbuhnya.
Menurut Menag, mereka yang moderat akan menjunjung keadilan dan kearifan dalam bersikap, tidak gampang terhasut, marah, menuduh, memaksa, apalagi berbuat kekerasan.
Indonesia, kata Menag, menganggap dialog antar agama dan budaya sebagai sesuatu yang teramat bernilai. Berdasarkan sejumlah pengalaman dalam penanganan konflik yang melibatkan umat beragama, dialog sangatlah penting.
“Dengan dialog dapat diketahui bahwa ternyata akar konfliknya bukanlah agama itu sendiri, melainkan dilatarbelakangi isu ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Lewat dialog pula akan didapatkan solusi yang tepat sekaligus membuka peluang hubungan positif antar pihak,†jelas Menag.
Konferensi Kristen se Asia ke-14 yang berlangsung 21 – 26 Mei ini, menurut Dirjen Bimas Kristen Oditha R Hutabarat diikuti 400 peserta dari 21 negara. Hadir pada pembukaan acara, Pengurus Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Kepala Pinmas Kemenag Rudi Subiyantoro dan Kepala Biro Umum Syafrizal.
Menag mengatakan, akhir-akhir ini muncul berbagai peristiwa tragis yang menimpa umat manusia di berbagai belahan dunia. “Konflik kekerasan maupun teror telah menjadi isu global yang dapat muncul di mana saja, oleh siapa saja dan mengancam berbagai bangsa, sehingga perlu dihadapi secara bersama-sama,†jelasnya.
Di tingkat regional, lanjut Menag, kita juga sedang menghadapi peminggiran (marginalisasi) kelompok minoritas oleh mayoritas. “Kasus Rohingya, kelompok minoritas di Myanmar adalah salah satu contohnya,†lanjut Menag seperti dikutip kemenag.go.id, Jumat.
Menurut Menag, peminggiran atau marginalisasi kelompok minoritas harus disikapi dengan bijak dan meminimalisir konflik. “Alangkah elok jika pihak mayoritas memiliki empati bahwa kelompok minoritas meskipun berbeda pandangan adalah sama-sama makhluk Tuhan yang berhak menjalani kehidupan di muka bumi,†ujarnya.
Menag mengatakan, adalah penting untuk membangun sikap beragama yang humanis. Paradigma humanis dalam beragama adalah paradigma nilai, sikap, norma dan praktik keberagamaan yang mendukung kehidupan tanpa kekerasan dan penuh kedamaian.
“Sikap utama dalam paradigma humanis ini adalah moderasi. Agamawan dan umat yang moderat akan cenderung santun dan seimbang,†jelasnya.
“Santun dalam menjalankan agamanya maupun dalam berinteraksi sosial. Seimbang dalam memenuhi kebutuhan material, spiritual, individual, sosial, serta dalam berhubungan dengan Tuhan, manusia dan lingkungan alam,†imbuhnya.
Menurut Menag, mereka yang moderat akan menjunjung keadilan dan kearifan dalam bersikap, tidak gampang terhasut, marah, menuduh, memaksa, apalagi berbuat kekerasan.
Indonesia, kata Menag, menganggap dialog antar agama dan budaya sebagai sesuatu yang teramat bernilai. Berdasarkan sejumlah pengalaman dalam penanganan konflik yang melibatkan umat beragama, dialog sangatlah penting.
“Dengan dialog dapat diketahui bahwa ternyata akar konfliknya bukanlah agama itu sendiri, melainkan dilatarbelakangi isu ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Lewat dialog pula akan didapatkan solusi yang tepat sekaligus membuka peluang hubungan positif antar pihak,†jelas Menag.
Konferensi Kristen se Asia ke-14 yang berlangsung 21 – 26 Mei ini, menurut Dirjen Bimas Kristen Oditha R Hutabarat diikuti 400 peserta dari 21 negara. Hadir pada pembukaan acara, Pengurus Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Kepala Pinmas Kemenag Rudi Subiyantoro dan Kepala Biro Umum Syafrizal.