Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Edhy Moestofa di Semarang, Senin, mengatakan, pemilik pabrik yang bernama Ahmad Slamet Jatadi telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Tersangka mendirikan industri rumahan pupuk dengan merek Fortan sejak tahun 2009.
"Beroperasi sejak 2009, karyawannya lima orang," katanya.
Ia menuturkan pelaku memalsukan pupuk jenis NKCL dengan berbagai bahan baku yang diraciknya berdasarkan pengalaman bekerja di pabrik pupuk.
Tersangka mencampur garam, kalium, serta zat pewarna dengan 20 liter kencing kelinci dalam sekali proses produksi.
"Hasilnya sekitar 40 karung per sekali produksi," tambahnya.
Produk yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tersebut kemudian di jual dengan harga Rp16 ribu per liter, lebih murah dari produk yang asli.
Produk ilegal tersebut sudah dipasarkan ke daerah Demak serta Sragen.
"Per zak isi 50 kilogram dijual Rp80 ribu, padahal produk yang asli sekitar Rp300 ribu," katanya.
Tersangka selanjutnya dijerat dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian, dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
"Produk ini belum berizin. Seharusnya menjalani uji coba lebih dulu," katanya.
Tersangka mendirikan industri rumahan pupuk dengan merek Fortan sejak tahun 2009.
"Beroperasi sejak 2009, karyawannya lima orang," katanya.
Ia menuturkan pelaku memalsukan pupuk jenis NKCL dengan berbagai bahan baku yang diraciknya berdasarkan pengalaman bekerja di pabrik pupuk.
Tersangka mencampur garam, kalium, serta zat pewarna dengan 20 liter kencing kelinci dalam sekali proses produksi.
"Hasilnya sekitar 40 karung per sekali produksi," tambahnya.
Produk yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tersebut kemudian di jual dengan harga Rp16 ribu per liter, lebih murah dari produk yang asli.
Produk ilegal tersebut sudah dipasarkan ke daerah Demak serta Sragen.
"Per zak isi 50 kilogram dijual Rp80 ribu, padahal produk yang asli sekitar Rp300 ribu," katanya.
Tersangka selanjutnya dijerat dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian, dan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
"Produk ini belum berizin. Seharusnya menjalani uji coba lebih dulu," katanya.