Mendengar kata satai, biasanya orang membayangkan daging yang dipotong-potong berbentuk kubus kemudian ditusuk dengan batang bambu atau jeruji.

Namun, Imajinasi demikian ternyata tidak berlaku untuk satai kerbau khas Kudus yang memiliki keberagaman makanan, minuman, dan kudapan khas Kota Kretek.

Sepintas, satai kudus menyerupai makanan sejenis sosis yang diberi tusuk satai, namun bentuk satai kerbau khas Kudus tidak beraturan karena dibuat secara sederhana.

Untuk membuat satai kerbau, terlebih dahulu daging kerbau pilihan dicincang bersama racikan bumbu kemudian ditumbuk hingga halus. Selanjutnya dilekatkan pada batang satai.

Sebelum ada teknologi modern, untuk melumatkan daging kerbau hingga halus harus dilakukan secara manual dengan cara ditumbuk. Namun saat ini, penjual satai kerbau tidak perlu lagi kerja keras karena sudah ada alat penggiling daging kerbau hingga lembut.

Agar daging merekat pada batang satai, terlebih dahulu dibakar layaknya membakar satai pada umumnya menggunakan arang tanpa diberi bumbu tambahan.

Proses tersebut, ternyata belum selesai karena ketika hendak disajikan kepada pembeli satai kerbau tersebut kembali dibakar dan disela-sela proses pembakaran satai tersebut secara berulang-ulang dicelupkan ke air yang sudah dicampuri dengan racikan bumbu kecap, kelapa (srundeng) dan kacang.

Sementara bumbu pendamping ketika satai tersebut disajikan, berupa racikan bumbu kecap, kelapa (srundeng), dan kacang. Rasa satai kudus benar-benar bikin lidah terpukau. Rasa manis, asin, gurih, dan segenap rasa sedep seolah mengendap dalam irisan daging kerbau ini.

Serundeng yang dijadikan kuah tidak seperti umumnya, karena kelapanya dipilih yang sudah tua kemudian digiling hingga lembut, lantas digoreng bersama bumbu lainnya hingga menyatu menjadi bumbu sajian khas satai kerbau.

Ketika menikmati kelezatan satai kerbau yang memiliki cita rasa beda dengan satai lainnya, anda akan merasakan sensasi tersendiri karena dagingnya cukup empuk ketika dikunyah.

Saat memasuki proses penumbukan atau penggilingan terlebih dahulu dihilangkan seratnya agar tidak terasa alot saat digigit.

Nasi putih pendamping satai kerbau juga disajikan dengan cara dibungkus daun jati yang konon katanya bisa menjaga cita rasa nasi putih tetap nikmat saat dimakan serta tidak mudah basi.

Penggunaan daun jati sebagai bahan alami untuk membungkus nasi putih, menjadi tradisi yang masih tetap dijaga oleh masyarakat Kudus hingga sekarang.

Teh hangat atau dingin sesuai selera akan menemani anda menyantap satai kerbau yang biasanya hanya bisa dinikmati pada sore hari.

Biasanya, penjual satai kerbau di Kudus membuka warungnya mulai pukul 15.00 WIB hingga malam hari, sedangkan pada pagi hari jarang ditemui di Kudus meskipun saat ini ada yang mulai membuka warungnya untuk melayani penikmat satai kerbau pada pagi hari.

Mayoritas penjual satai kerbau di Kudus hanya menempati trotoar jalan dengan membuat tenda, sedangkan penjual yang membuat bangunan permanen masih jarang karena usaha mereka dilakukan pada jam tertentu.

Lantas di manakah bisa menemukan satai kerbau khas Kudus yang berasa beda dengan satai lainnya? Dari puluhan pedagang satai kerbau yang tersebar di kawasan kota dan kampung, ada beberapa yang layak dicoba.

Di antaranya, satai kerbau Pak Min Jastro di ruko Agus Salim di Jalan Agus Salim, satai kerbau Maju 57 di Jalan Kutilang, satai kerbau Menara di Jalan Menara Kudus dan di Jalan A. Yani Kudus.

Masih banyak warung satai kerbau yang lezat, namun beberapa nama tersebut setidaknya bisa untuk membuktikan kelezatan satai kerbau.

Untuk mendapatkan satai kerbau yang "beda rasanya", Anda cukup merogoh kocek Rp26.000. Modal ini sudah bisa untuk menikmati sepuluh tusuk satai kerbau dan es teh.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024