Itu dulu. Kasus pasien tidak tertolong dan meninggal dunia karena tidak mampu berobat dan gagal masuk ruang operasi karena tidak memiliki uang jaminan dan lainnya, kini sudah tidak ada lagi atau minimal sangat berkurang.

Lihat saja apa yang dialami langsung oleh Nur Fitri (23), warga Kabupaten Blora yang berhasil terbebas penyakit tumornya melalui operasi di salah satu rumah sakit di Kota Semarang.

Bagaimana ceritanya? Apakah Fitri orang kaya yang secara finansial memang mampu membiayai operasi? Begini ceritanya, awalnya mahasiswa S2 di salah satu universitas negeri di Kota Semarang ini pada September 2013, mulai mengeluh nyeri di bagian dada dan setelah diperiksa ternyata tumor dengan dua benjolan.

Bermaksud tidak ingin menyusahkan orang tuanya dengan biaya operasi yang mahal, Nur Fitri mencoba pengobatan alternatif, tetapi hanya bertahan satu bulan, karena selama pengobatan alternatif dirinya justru muncul keluhan lain seperti diare dan muntah-muntah.

Mei 2014, delapan bulan sejak mengidap tumor dan sudah mencoba pengobatan alternatif yang gagal, Nur Fitri kembali melakukan USG dan benjolan tumornya bertambah dua menjadi empat benjolan.

Kondisi tersebut menjadikan Nur Fitri fokus pada pengobatan medis di rumah sakit. Setelah melewati sejumlah pemeriksaan, Nur Fitri akhirnya menjalani operasi pada Agustus 2014.

Pada saat operasi, Nur Fitri mengaku tidak diminta uang jaminan operasi seperti yang umum didengarnya. Bahkan hingga selesai operasi, dia mengaku tidak mengeluarkan biaya apa pun.

Padahal dalam kuitansi tertera biaya sebesar Rp12,5 juta untuk operasi dan pelayanan medis lainnya. Tidak sekadar bersyukur karena tidak membayar, Nur Fitri juga bercerita baiknya pelayanan para dokter dan perawat sejak awal periksaan hingga usai operasi pengangkatan tumor.

"Pelayanannya sangat baik seperti sejak awal dengan pertimbangan antrean operasinya cukup banyak, dokter merekomendasikan saya menempati kamar VIP B karena jatah kamar kelas 1 sudah penuh. Begitu juga saat dokter yang seharusnya tidak praktik, bersedia datang ke rumah sakit untuk mengontrol kesehatan pasiennya," katanya.

Tidak hanya Fitri, manfaat program BPJS juga dirasakan Ayu (36) warga Banyumanik yang baru saja melahirkan anak keempatnya di salah satu rumah sakit di Semarang. Seluruh biaya persalinan Ayu juga gratis.

"Alhamdulillah, saat rumah bersalin angkat tangan karena air ketubannya tinggal 200 cc sementara berat bayi 3,9 kilogram, saya langsung ke rumah sakit dan langsung diberikan pelayanan medis. Saya dan anak selamat dan sehat," kata pegawai swasta ini.

Tidak hanya masalah biaya, Ayu juga merasakan tidak adanya berbedaan pelayanan dan hal itu terbukti para suster yang sigap membantu persalinan karena dirinya memilih melahirkan secara normal. Ayu juga bisa merasakan dirawat di kamar VIP, yang pasti biayanya mahal.

Selain Fitri dan Ayu, bisa dipastikan banyak warga masyarakat yang membutuhkan pengobatan mengalami seperti yang dialami mereka berdua, berobat gratis. Bagaimana bisa, bukankah biaya berobat itu mahal? Pertanyaan itu akan muncul dibenak kita disertai dengan percaya tidak percaya mendengar cerita Fitri dan Ayu. Tapi itu fakta yang kini ada di masyarakat kita.

BPJS Sang Penolong
"Awalnya karena banyak masukan dari teman mengenai manfaat program BPJS dan ada teman kuliah juga habis operasi dengan menggunakan kartu Askes bisa gratis. Akhirnya saya mendaftar jadi peseta BPJS Kesehatan," kata Fitri menceritakan bagaimana ia mendapatkan tindakan medis operasi tumor tanpa bayar alias gratis.

Setelah empat bulan menjadi anggota BPJS Kesehatan, dengan hanya membayar iuran Rp65 ribu per bulan, Fitri mendapatkan pelayanan medis operasi tumor dan pelayanan pasca operasi di kamar VIP. Hal yang tidak disangka sebelumnya oleh Fitri, yang dibenaknya yakin bila biaya operasi itu mahal.

Ayu juga secara kontan menjawab: BPJS Kesehatan, saat ditanya siapa yang menanggung biaya persalinannya di rumah sakit. Ayu dan Fitri adalah peserta BPJS Kesehatan yang sudah menikmati manfaat BPJS. Berobat dan menjadi sehat kembali secara gratis bisa dinikmati oleh setiap warga masyarakat, yang tentunya harus menjadi anggota BPJS Kesehatan terlebih dahulu.

Apa itu BPJS Kesehatan sehingga bisa menolong orang berobat gratis? BPJS Kesehatan adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014.

Untuk dapat tercatat sebagai anggota, masyarakat harus mendaftar melalui kantor BPJS Kesehatan dengan membawa kartu identitas (KTP) serta pasfoto. Setelah mengisi formulir pendaftaran dan membayar iuran lewat bank (BRI, BNI dan Mandiri), calon anggota akan mendapat kartu BPJS Kesehatan yang bisa langsung digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan.

Iuran yang dibayarkan ke bank disesuaikan dengan jenis kepesertaan, yang di antaranya adalah:
Anggota yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI), (adalah anggota pekerja penerima upah dan bukan penerima upah, dan ada pula bukan pekerja), jumlahnya sudah ditetapkan oleh pemerintah sebanyak 86,4juta orang dengan iuran Rp19.225 per orang dalam satu bulan.

Peserta penerima upah seperti pekerja perusahaan swasta, membayar jumlah iuran sebesar 4,5 persen dari upah satu bulan dan ditanggung oleh pemberi kerja 4 persen dan 5 persen ditanggung pekerja. Sedangkan PNS dan pensiunan PNS membayar iuran sebesar 5 persen, sebanyak 3 persen ditanggung pemerintah dan 2 persen ditanggung pekerja.

Untuk peserta bukan penerima upah seperti pekerja sektor informal besaran iuran yang harus dibayarkan, sesuai dengan jenis kelas perawatan yang diambil. Untuk ruang perawatan kelas III Rp 25.500, kelas II Rp 42.500 dan kelas I Rp59.500.

Penerima manfaat Jaminan Kesehatan Nasional hingga akhir Mei tercatat sekitar 126,9 juta orang atau melampaui target di tahun 2014 sebanyak 121,6 juta orang, sehingga diharapkan pada tahun ini bisa mencapai 130-an juta.

Apalagi jumlah fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk Divisi Regional VI sudah mencapai 2.562 FKTP (bisa bertambah). Fasilitas kesehatan tersebut yakni 995 puskesmas, 213 klinik pratama, 981 dokter praktik perorangan, 64 klinik pratama milik TNI, dan 46 klinik pratama milik Polri.

Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VI Jateng dan DIY Andayani Budi Lestari menegaskan pihaknya terus melakukan peningkatan mutu pelayanan primer.

Untuk menambah jumlah penerima manfaat, BPJS pun bersinergi dengan 30 asuransi swasta dengan skema koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (CoB). Adanya sinergi tersebut, maka BPJS Kesehatan akan menjamin biaya sesuai tarif yang berlaku pada program JKN, sedangkan selisihnya akan menjadi tangung jawab asuransi komersial.

Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memiliki jaminan kesehatan apalagi tahun 2019 ditargetkan seluruh masyarakat Indonesia telah menjadi peserta BPJS. Coordination of Benefit tersebut dapat dimanfaatkan untuk masyarakat kelas menengah ke atas yang ingin mendapatkan pelayanan nonmedis lebih seperti naik kelas ruang inap.

Tidak hanya internal BPJS yang dapat memantau jumlah penerima manfaat, tetapi Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Semarang juga merasakan peningkatan permintaan darah dari masyarakat.

Ketua PMI Kota Semarang Saman Kadarisman mengatakan sejak ada Program BPJS Kesehatan permintaan darah yang biasanya 200-300 kantong per hari meningkat menjadi 330 kantong atau menjadi sekitar 9.000-10 ribu kantong per bulan.

Saman menilai peningkatan permintaan darah tersebut dikarenakan saat ini masyarakat tidak lagi takut untuk berobat, periksa kesehatan, hingga operasi di rumah sakit. Jika sebelumnya masyarakat takut periksa kesehatan atau melakukan operasi karena biaya yang mahal, saat ini sudah ada BPJS Kesehatan yang menanggungnya.

"Masyarakat yang sebelumnya belum mendapatkan kesempatan, setelah ada BPJS Kesehatan bisa dapat tranfusi darah," katanya.

Untuk pengolahan darah per 1 Agustus 2014 sebesar Rp360 ribu per unit cost. Uang tersebut bukan untuk membeli darah, tetapi untuk biaya membeli kantong, pemeriksaan empat penyakit yakni Hepatitis B, Hepatitis C, Sipilis, dan HIV kepada calon donor, biaya pencocokan darah kepada pasien, peralatan, serta untuk menu donor.


Akses Mudah
Animo masyarakat untuk mendaftar menjadi peserta jaminan kesehatan secara mandiri besar dan terus bertambah karena aksesnya cukup mudah dengan banyaknya tempat pendaftaran tidak hanya di kantor BPJS dan kantor layanan operasional, tetapi dapat melalui liaison office (LO) seperti di sejumlah kawasan industri.

Tingginya animo masyarakat tersebut bisa karena mengerti aturan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Pasal 14 menyatakan bahwa setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program Jaminan Sosial.

Ada juga yang mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan karena faktor usia seperti Ratmi (60) warga Semarang Selatan yang mengaku memiliki kartu BPJS karena sakit asam urat yang memaksanya harus selalu periksa ke rumah sakit terdekat.

Penghasilan dari berjualan kelontong di rumah, lanjut nenek satu cucu ini dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan berobat, sehingga dengan adanya kartu BPJS dirinya tidak lagi khawatir jika tiba-tiba harus rawat inap seperti tiga bulan lalu.

Hal sama juga diakui Adi Nugroho (25) yang jauh hari mendaftar sebagai peserta BPJS karena saat ini istrinya tengah hamil dan diagnosa awal harus melahirkan dengan Seksio Sesarea karena alasan istrinya dengan mata minus, sehingga ada kekhwatiran jika mengecan berbahaya untuk saraf mata.

"Kalau melahirkan Seksio Sesarea kan mahal, jadi sudah siap-siap dengan membuat kartu BPJS," kata Adi yang mengaku setelah mengurus sendiri kartu BPJS, dari pihak kantor juga kemudian membuatkannya juga.

Persyaratan pendaftaran untuk dapat menjadi peserta BPJS Kesehatan untuk peserta pendaftar mandiri yang tergolong Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) sangat mudah yakni cukup dengan mengisi formulir daftar isian peserta, melampirkan sejumlah fotokopi yakni KTP, KK, akte/surat nikah, akte kelahiran anak, serta foto 3x4 satu lembar.

Begitu juga dengan besaran iuran, juga sangat terjangkau yakni untuk kelas III (Rp25.500), kelas II (Rp42.500), dan kelas I (Rp59.500) per bulan.

Adi mengaku mengurus proses pendaftaran tersebut sendiri dan tidak dikenai biaya administrasi dengan langsung datang ke kantor BPJS, meskipun ada juga pendaftaran online juga dapat dilakukan dengan membuka laman www.bpjs-kesehatan.go.id.

Jika seluruh masyarakat memiliki kesadaran yang sama terkait pentingnya memiliki jaminan kesehatan, tentu pameo sehat itu mahal tidak akan terjadi.

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024