"Selama satu hari ini, hampir seluruh kegiatan peringatan dies natalis berbalut budaya Jawa, termasuk malam budaya ini," kata koordinator Malam Budaya Unika Soegijapranata Antonius Suratno di Semarang, Jumat (8/8) malam.

Hal tersebut diungkapkannya di sela pergelaran wayang kulit yang mengangkat lakon "Dharma Taruna Pandhawa" dengan dalang FX Suroko dari Semarang sebagai bagian kegiatan Malam Budaya Unika Soegijapranata Semarang.

Menurut Wakil Dekan II Fakultas Bahasa dan Seni Unika Soegijapranata itu menjelaskan puncak dies natalis yang dibalut dengan nuansa Jawa memang didasari keprihatinan banyaknya generasi muda yang melupakan budayanya sendiri.

"Generasi kita sekarang ini semakin lama semakin kehilangan akar budayanya sendiri. Semisal wayang, banyak anak-anak muda yang tidak 'interest', tidak tahu. Padahal wayang justru dikagumi warga asing di negara-negara lain," katanya.

Ia mencontohkan pengalamannya ketika menempuh studi di Inggris beberapa tahun lalu, ternyata cukup banyak warga di negara itu yang mengagumi kebudayaan tradisional Jawa, seperti seni pewayangan dan gamelan.

"Waktu saya kuliah di Inggris, ternyata cukup banyak warga sana yang fasih berbahasa Jawa, bahkan krama. Ada yang mahir memainkan gamelan, pintar menyinden. Sementara, anak-anak muda Indonesia malah tidak banyak," katanya.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024